Segala sesuatu terasa indah saat belum dimiliki
Bukankah itu benar? Seperti halnya riwayat tentang seorang murid yang
diperintah oleh gurunya untuk memasuki sebuah gua dan hanya harus membawa satu
bunga begitu keluar dari gua tersebut. Awalnya ia menuruti petuah sang guru,
namun, setelah ia menemukan sekian banyak bunga yang lebih indah dan jauh lebih
indah, selama itu pula ia membuang bunga yang lama dan memetik bunga yang baru.
Begitulah seterusnya hingga ia sadar bahwa dirinya telah bersalah.
Ya, memang benar, selalu,
yang baru akan terlihat jauh lebih baik dari yang lama[1]. Mungkin ini
yang membuat sekian banyak orang cepat mengganti hati begitu ada yang baru, dan
begitu saja meninggalkan kenyamanan yang telah lama menemaninya. Mungkin ini
pula yang membuat dia dulu ... ah sudahlah.
Ya, mungkin itu memang benar. Tapi, problemnya
bukanlah harus mencari orang yang lebih baru, tetapi untuk memperjuangkan yang
nyaman[2].
Sehingga muncullah aliran penyanggah paham tersebut (duh, ini pasti efek baru
baca ilmu kalam -_-“). Aliran ini mengatakan, “Mungkin memang benar, selalu, yang baru akan terlihat
lebih baik dari yang lama, TAPI,
semakin dalam yang baru itu diselami, semakin membuktikan bahwa ternyata, yang
lama justru adalah yang terbaik.” Termasuk aku ... ah tidak, tapi ... ah sudahlah.
Lebih tepatnya, paham ini adalah isi hati para kaum yang susah move on. Kasihan ya? ._.
Padahal harusnya kan jadi manusia setengah salmon, iya gak?
Ok. Ini bukan tentang hati yang sulit untuk
pindah, tapi ini tentang hati yang tak mau beranjak dari kenyamanan lamanya.
Bukan tak bisa menjad manusia
setengah salmon, tetapi kenyamanan yang lama yang memaksanya untuk tetap
tinggal dan menjadi koala
kumal.
Bertahan dalam kenyamanan yang telah meninggalkannya. Berkubang dalam
kenyamanan yang sudah berubah. Apa yang bisa dilakukan? Tak ada. Sungguh tak
ada. Sama sekali tak ada yang dapat mengembalikan kenyamanan yang dulu
merupakan teman yang sangat akrab dan kini bermetamorfosis menad orang yang
sungguh asing. Terdengan bodoh bukan?
Bertahan menjadi koala
kumal atau berubah menjadi manusoa setengah salmon? Yang
pasti, tak ada yang salah bagi mereka yang bisa dengan mudahnya berganti hati,
namun, tak ada pula yang berhak menghakimi mereka yang memilih bertahan bersama
kenyamanan lamanya. Tanya, di mana hati mampu bertahan?
Note: Cerita sufi sama muridnyaaa, makasih yaaaa hehehehe :D
Komentar
Posting Komentar