Langsung ke konten utama

[TASK] Tradisi dan Praktek Ekonomi Pada Masa Rasulullah Saw

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



A.    Kegiatan Ekonomi Bangsa Arab Sebelum Islam
Kondisi wilayah Jazirah Arab dan sekitarnya yang didominasi padang pasir, pegunungan yang tandus dan penuh dengan bebatuan menjadi alasan utama mayoritas penduduk Arab untuk memilih perniagaan sebagai sumber mata pencaharian mereka. Mekah merupakan kota yang sangat penting dan terkenal karena letaknya sebagai jaur perdagangan ramai yang menghubungkan Yaman di selatan dengan Syiria di utara dengan suku Quraisy yang paling dominan dan berpengaruh, termasuk yang paling leluasa dalam perniagaan. Keleluasaan dalam melakukan ekspansi dan perniagaan tidak hanya mendatangkan keuntungan materi yang besar, tetapi juga meningkatkan kadar pengetahuan, kecerdasan, dan kearifan suku Quraisy.
Sementara, mayoritas penduduk kota Yatsrib (Madinah) memilih bercocok tanam di samping pengrajin besi dan tembaga karena ditunjang daerah dengan tingkat kelembaban dan curah hujan yang cukup.
Sebelum datangnya Islam, bangsa Arab mempunyai kebiasaan menerapkan sistem ribawi yang menetapkan adanya tambahan pembayaran yang dijanjikan di muka.
B.     Praktek dan Kebijakan Ekonomi Rasulullah Saw
1.      Periode Mekah: Muhammad Saw Sebagai Seorang Pedagang
Seperti anggota Quraisy lainnya, Muhammad Saw, menekuni dunia perdagangan pada usia 12 tahun bersama pamannya, Abu Thalib. Setelah menginjak dewasa, Muhammad Saw mulai berdagang sendiri dengan menggunakan orang lain, seperti para janda kaya dan anak yatim yang tidak mampu menjalankan modalnya sendiri yang kemudian mendapat upah atau bagi hasil sebagai mitra.
Kepiawaannya berdagang serta reputasi dan integritas yang baik membuat Muhammad Saw dijuluki al-amin (terpercaya) dan ash-shiddiq (jujur) oleh penduduk Mekah. Muhammad Saw melakukan banyak transaksi jual-beli sebelum kenabiannya. Setelah diangkat sebagai Nabi, keterlibatannya dalam urusan perdagangan agak menurun.
2.      Periode Madinah: Muhammad Saw Sebagai Seorang Kepala Negara
Islam menjadi kekuatan politik pada periode Madinah. Nabi Muhammad Saw mempunyai kedudukan sebagai kepala negara di samping pemimpin agama. Dengan kata lain, dalam diri Muhammad Saw terkumpul kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai Rasul otomatis nerupakan kepala negara.
Rasulullah Saw segera membuang sebagian besar tradisi dan nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran Islam dari seluruh aspek kehidupan. Karena pada saat terbentuk Yatsrib tidak memiliki warisan berupa sumber keuangan, sehingga Rasulullah Saw meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, yaitu:
1)      Membangun masjid sebagai Islamic Centre.
2)      Menjalin ukhuwwah islamiyyah antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar.
3)      Menjalin kedamaian dalam negara.
4)      Mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga negaranya.
5)      Membuat konstitusi negara.
6)      Menyusun sistem pertahanan negara.
7)      Meletakkan dasar-dasar keuangan negara.

C.    Pembangunan Sistem Ekonomi
Setelah menyelesaikan masalah politik dan konstitusional, Rasulullah Saw merubah sistem ekonomi dan keuangan negara sesuai dengan ketentuan Alquran. Prinsip-prinsip kebijakan ekonomi yang dijelaskan Alquran adalah:
a.       Allah Swt adalah penguasa tertinggi sekaligus pemilik absolut seluruh alam semesta.
b.      Manusia hanyalah khalifah Allah Swt di muka bumi, bukan pemilik yang sebenarnya.
c.       Semua yang dimiliki dan didapatkan manusia adalah seizin Allah Swt oleh karena itu, manusia yang kurang beruntung mempunyai hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki manusia lain yang lebih beruntung.
d.      Kekayaan harus berputar dan tidak boleh ditimbun.
e.       Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya, termasuk riba, harus dihilangkan.
f.       Menetapkam sistem warisan sebagai media re-distribusi kekayaan.
g.      Menetapkan kewajiban bagi seluruh individu, termasuk orang-orang miskin.
D.    Pendirian Lembaga Baitul Mal dan Kebijakan Fiskal
Semua hsil penghimpunan kekayaan negara hsrus dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan negara. Tempat pusat pengumpulan dana itu disebut bait al-mãl yang pada masa Rasulullah Saw terletak di Masjid Nabawi. Pemasukan negara disimpan di lembaga ini untuk kemudian didistribusikan kepada masyarakat.
1.      Pendapatan Baitul Mal
a.       Kharaj, yaitu pajak terhadap tanah yang ditentukan berdasarkan produktivitas tanah.
b.      Zakat. Dikumpulkan dalam bentuk uang tunai, hasil pertanian, dan peternakan.
c.       Khums, yaitu pajak proporsional sebesar 20%.
d.      Jizyah, yaitu pajak yang dibebankan kepada non-muslim sebagai pengganti layanan sosial-ekonomi dan jaminan perlindungan dan keamanan dari negara Islam.
e.       Penerimaaan lain, seperti kaffarah dan harta waris.
2.      Pengeluaran Baitul Mal
Pada masa Rasulullah Saw, dana Baitul Mal dialokasikan penyebaran Islam, pendidikan dan kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan, pembangunan infrastruktur, pembangunan armada perang dan keamanan, dan penyediaan layanan kesejahteraan sosial.
3.      Instrumen Kebijakan Fiskal
a.       Peningkatan pendapatan nasional dan tingkat partisipasi kerja. Hal ini dilakukan dengan cara mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar yang kemudian berimplikasi pada peningkatan permintaan total di Madinah. Rasulullah Saw juga menerapkan kebijakan penyediaan lapangan kerja, dan membagikan tanah kepada kaum Muhajirin yang kemudian berimplikasi pada peningkatan partisipasi kerja dan aktivitas pembangunan pemukiman di Madinah.
b.      Kebijakan pajak, seperti kharaj, khums, dan zakat yang menciptakan kestabilan harga dan mengurangi tingkat inflasi.
c.       Anggaran.

d.      Kebijakan fiskal khusus, seperti meminta bantuan kaum muslimi secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan pasukan muslim, meminjam peralatan dari non-muslim, meminjam uang dari orang-orang tertentu untuk diberikan kepada muallaf.






sSumber:


Judul: Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

Penulis:DR. Euis Amalia, M.Ag
Penerbit: Gramata Publishing

Tebal Buku: xiv + 322 halaman
Cetakan Pertama: 2010
ISBN: 978-602-96565-1-0
Harga: Rp. 69.000,-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[TASK] Proposal Usaha (Kewirausahaan)

Ini tugas bikin proposal waktu kelas sebelas hihi :3 Gak tau bener gak tau nggak soalnya dulu gak sempet direview sama gurunya -,- Disusun oleh: Asti Nurhayati Sri Isdianti Kelas XI-AP4 SMK Negeri 1 Garut 2012-2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Nama dan Alamat Perusahaan Toko Buku   “27 RADAR” Jl.   Radar   No. 27 Garut B. Nama dan Alamat Penanggung Jawab Usaha Ø     Penanggung jawab 1: Nama : Asti Nurhayati Nurjaman   TTL : Garut, 19 Agustus 1996   Ø      Penanggung jawab 2: Nama : Sri Isdianti TTL : Garut, 12 September 1996   C. Informasi Usaha          Usaha toko buku yang kami kelola ini berada di Jl.   Radar   No. 27, merupakan lokasi yang sangat strategis yang berada di pusat kota Garut ini, bisa dengan mudah dijangkau oleh kendaraan apapun. Juga terletak di antara banyaknya pusat perkantoran serta sekolah-sekolah sehingga menjadi suatu keuntungan tersendiri bagi kami karena berdekatan dengan banyak

[BOOK REVIEW] Sejarah Ekonomi Dalam Islam

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Judul: Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Penulis:DR. Euis Amalia, M.Ag Penerbit: Gramata Publishing Tebal Buku: xiv + 322 halaman ISBN: 978-602-96565-1-0 Harga: Rp. 69.000,- Sumber gambar: goodreads Ada kesenjangan epistemologi yang mengemuka lebar tatkala ingin menampilkan literatur sejarah pemikiran ekonomi. Nilai fairness dan transparansi seolah sulit untuk dibuka ketika dihadapkan pada siapa menemukan apa karena bermuara pada “otoritas klaim.” Fakta-fakta ironis menyebutkan bahwa seringkali hasil karya ilmuwan muslim kita diabaikan oleh sarjana barat, padahal mereka sendiri secara implisist mengakui banyak karyanya telah diilhami oleh  pemikir Islam atau karya mereka tidak pure lagi karena sebelumnya sudah diketemukan teori oleh sarjana muslim. Hanya bisa dihitung dengan jari penulis-penulis barat yang mengakui bahwa konsep-konsep atau teorinya berasal dari pemikir Islam. Secara simplistis saja,

[BOOK REVIEW] AYAH Tanpa Tapi

Surga juga ada di telapak kaki ayah – pada setiap langkah yang ia ambil untuk terus menyambung nafas dan menumbuhkanmu, ada surga. (Seribu Wajah Ayah – hlm. 16)             Ayah, salah satu bilah tervital dalam hidup yang dikatakan Rasulullah setelah penyebutan Ibu yang diulang sebanyak tiga kali.             Ibu, ibu, ibu, baru ayah .            Repetisi yang menomorempatkan ayah bukan berarti kita harus menomorsekiankan pula sosok itu dalam hidup. Tidak sama sekali.           Memang, kebanyakan figur ayah tidak sama dengan ibu. Jika ibu seakan tak pernah kehabisan agenda kata yang berlalu lalang di telinga kita, beda halnya dengan ayah yang bahkan seolah enggan untuk bersuara walau hanya sekecap. Pun, sering kali kita lebih nyaman bersandar di punggung ibu yang ekspresif dibanding harus bercengkrama dengan sosok ayah yang cenderung defensif.            Meski tidak menutup kemungkinan tidak semua ayah berkarakter begitu, tapi itu juga tak dapat dipungkiri, kan?