بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Pada masa daulah ini, pusat
penyelenggaraan administrasi pemerintahan berada di Damaskus, sedangkan pusat
aktivitas keadamaan berada di Madinah. Selama pemerintahan dinasti ini, terjadi
pergeseran nilai-nilai kepemimpinan islami yang sangat mengedapankan asas-asas
musyawarah dan kebersamaan menjadi kepemimpinan otoriter.
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah,
terdapat dua macam Baitul Mal, yaitu umum dan khusus. Pendapatan Baitul Mal Umum
diperuntukkan bagi seluruh masyarakat umum, sedangkan pendapatan Baitul Mal
Khusus diperuntukkan bagi para sultan dan keluarganya. Namun dalam prakteknya, tidak
jarang ditemukan berbagai penyimpangan penyaluran harta Baitul Mal tersebut.
Dengan demikian, telah terjadi disfungsi penggunaan dana Baitul Mal pada masa
pemerintahan Daulah Umayyah.
A. Khalifah Muawiyah
ibn Abi Sofyan
Pada masa pemerintahannya, Khalifah
Muawiyah ibn Abi Sofyan mendirikan dinas pos beserta fasilitasnya, menertibkan
angkatan perang, mencetak mata uang, dan mengembangkan jabatan hakim sebagai jabatan
profesional. Ia juhe menerapkan kebijakan pemberian gaji tetap pada tentara.
B. Khalifah Abdul
Malik ibn Marwan
Pemikiran yang serius terhadap
penerbitan dan pengaturan uang dalam masyarakat Islam muncul di masa
pemerintahan ini. Abdul Malik ibn Marwan mencetak mata uang Islam tersendiri dengan
mencantumkan kalimat Bismillahirrahmanirrahim pada tahun 74 H (659M) dan
menyebarkannya ke seluruh wilayah Islam seraya melarang pemakaian mata uang
lain. Ia juga membenahi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai
bahasa resmi administrasi pemerintahan.
C. Khalifah Umar
ibn Abdul Aziz
Selama masa pemerintahannya, Umar ibn
Abdul Aziz menerapkan kembali ajaran Isam secara utuh menyeluruh dengan membenahi
seluruh sektor kehidupan tanpa pandang bulu. Dimulai dari dirinua sendiri
dnegan menyerahkan kembali seluruh harta kekayaan diri dan keluarganya yang
tidak wajar kepada kaum muslimin melalui Baitul Mal.
Ia memprioritaskan pembangunan dalam
negeri karena menurutnya hal tersebut lebih baik daripada menambah perluasan
wilayah. Salah satu caranya adalah dengan menjaga hubungan baik dengan pihak
oposisi dan memberikan hak kebebasan beribadah kepada non-muslim.
Ia mengurangi beban pajak kepada kaum
Nasrani, menghapus pajak terhadap kaum muslimin membuat aturan takaran dan
timbangan, membasmi cukai dan kerja paksa, dan berbagai macam kebijakan lain
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan.
Lebih jauh, ia menerapkan kebijakan otonomi
daerah untuk mengelola zakat dan pajak sendiri dan tidak mengharuskan
menyerahkan pajak upeti kepada pemerintah pusat. Bahkan pemerintah pusat yang
akan memberi subsidi kepada wilayah yang minim pendapatannya. Jika terdapat
surplus, Khalifah Umar ibn Abdul Aziz menyarankan agar wilayah tersebut memberi
bantuan kepada wilayah yang minim pendapatannya.
Jika terdapat kelebihan harta setelah digunakan
untuk memenuhi kebutuhan kaum muslimin, pendapatan Baitul Mal didistribusikan
kepada orang dzimmi, beserta pinjaman tanah-tanah pertanian sebagai lahan
pekerjaan mereka.
Pada masa ini, sumber pemasukan negara
berasal dari zakat, hasil tanpasan perang, pajak penghasilan pertanian, dan
hasil pemberian lapangan kerja produktif kepada masyarakat luas.
Judul: Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Penulis:DR. Euis Amalia, M.Ag
Penerbit: Gramata Publishing
Tebal Buku: xiv + 322 halaman
Cetakan Pertama: 2010
ISBN: 978-602-96565-1-0
Harga: Rp. 69.000,-
Sumber gambar: goodreads
Sumber gambar: goodreads
Komentar
Posting Komentar