Langsung ke konten utama

[BOOK REVIEW | TASK] ISLAM SEBAGAI SISTEM HIDUP YANG SEMPURNA

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


 

Sebagai dua konstruksi utama dalam Islam, akidah dan syariah saling mendukung untuk membentuk sebuah bangunan yang utuh, kokoh, indah, dan berdayaguna meski masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Di mana, akidah berfungsi sebagai fondasi sedangkan syariah sebagai kerangka dan ornamen.
Sebagai konstruksi dasar, keretakan pada akidah tidak bisa ditolerir sedikit pun apalagi dimanipulasi karena akan berakibat fatal terhadap beban dan muatan bangunan di atasnya. Oleh karena itu persoalan akidah sangatlah tegas dan jarang ditemukan toleransi.
Secara aktual, akidah berfungsi sebagai vision yang menjadi dasar “cara pandang” terhadap kehidupan. Visi ini diperlukan agar segala sesuatu yang diperbuat manusia terarah orientasinya. Dengan adanya visi, setiap perbuatan orang yang beriman atau berakidah tidak terkesan rutinitas semata, tetapi memiliki makna yang tertuju pada misi yang mulia dalam kehidupannya.
Kemudian, syariah berfungsi sebagai eksistensi dan pelindung utama yang menampilkan adanya sosok dan performa suatu bangunan. Pembangunan struktur syariah dilakukan jika akidah sebagai fondasi sudah terasa siap dan kokoh. Pembangunan dimulai dari hal-hal yang sangat primer, yaitu ibadah dengan lima poin rukun islamnya. Setiap poin rukun Islam tersebut memiliki fungsi yang berbeda. Begitu juga dengan muamalah, munakahah, serta akhlaknya.
Namun seluruth atribut yang disebutkan pada paragraf sebelumnya akan rusak dalam sekejap jika tidak dilengkapi dengan penutup kepala atau atap sebagai pelindung dari hujan atau panas yang akan mengikis atribut tersebut. Oleh karena itu, keberadaan hukum termasuk punishment-nya sangat diperlukan untuk melindungi seluruh bagian bangunan dari segala bentuk kerusakan dan kejahatan.
“Hari ini telah aku sempurnakan bagi kamu agamamu (Islam) dan telah aku sempurnakan segala nikmatku kepadamu dan aku pun ridha Islam sebagai agamamu.” (QS. al-Maidah [5]:3).
            Dari hasil interpretasi analogi tersebut, dan dikaitkan dengan salah satu ayat Allah di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam datang sebagai penyempurna bagi agama-agama yang telah datang sebelumnya dan Rasulullah SAW sebagai pembawa serta pengemban risalah Ilahi merupakan Nabi terakhir yang setelahnya tidak akan ada lagi Nabi dan Rasul. Seluruh ajaran dalam Islam baik akidah maupun syari’ah, serta akhlak bertujuan untuk membebaskan manusia dari berbagai belenggu penyakit mental spiritual dan stagnasi berpikir, serta mengatur tingkah laku perbuatan manusia secara tertib agar tidak terjerumus ke lembah kehinaan dan keterbelakangan, sehingga tercapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup.
Islam juga satu-satunya agama yang universal di mana syariah Islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai hari akhir nanti. Rahasia keuniversalannya terdapat pada doktrin ajarannya yang sesuai dan sejalan dengan fitrah manusia sehingga tidak terjadi kebimbangan dan keraguan bagi pemeluknya. Universalisme Islam terintegritas dan terkodifikasi dalam akidah, syariah, dan akhlak. Antara satu dan yang lainnya terdapat nisbat atau hubungan yang saling berkaitan dan kesemuanya berfokus dan menuju pada keesaan Allah atau bertauhid.
Sebagai agama yang disempurnakan oleh Allah SWT, Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Dengan sifat kesempurnaan yang dimilikinya, Islam mampu menjawab segala tantangan dan persoalan hidup yang dihadapi oleh manusia. Manusia sebagai makhluk yang berakal dan mempunyai tujuan hidup, harus menegakkan keadilan dan kebenaran, sehingga segala aspek dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Oleh karena itu, agama hadir sebagai kontrol manusia yang bersumber kepada wahyu dan tidak hanya berisi ajaran moral melainkan juga merupakan tuntunan hidup praktis. Dalam konteks ini, agama yang dimaksud tiada lain adalah agama Islam, sebagaimana dinyatakan dalam salah satu firman Allah:
“Sesungguhnya agama Allah itu Islam.” (QS. Ali-Imran [3]: 19)
Kenyataan tersebut juga seakan diperkuat lagi dengan beberapa karakteristik ajaran Islam yang banyak dikatakan, terdiri dari:
1.      Rabbaniyah
2.      Insaniyah (Kemanusiaan)
3.      Syumul (Universal)
4.      Al-Wasthiyyah/Tawazun (Moderat atau Pertengahan)
5.      Al-Waqi’iyyah (Kontekstual)
6.      Al-Wudhuh (Jelas)
Maka dari itu, agar termasuk ke dalam orang beriman yang dikatakan Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 208 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”, selain untuk meraih keselamatan di dunia dan akhirat, sebagai muslim dan mukmin yang sesuai dengan Al-Quran sudah sepatutnya agar senantiasa memahami dan memaknai nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama Islam yang sempurna itu, untuk kemudian dijadikan way of life secara konsisten pada seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam berekonomi.
Sistem ekonomi Islam merupakan sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang di simpulkan dari al-Qur’an dan sunnah. Dan merupakan bangunan perekonomian yang di dirikan atas landasan dasar-dasar tersebut yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan masa. Ekonomi Islam sendiri memiliki asas-asas tertentu:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan,” (QS. Al-Qasas: 77).
Daripada ayat di atas terdapat beberapa asas ekenomi Islam, di antaranya:
1.      Allah pemilik segala sesuatu
Allah memberikan kekayaan kepada manusia dan Dia adalah pemilik sebenarnya segala sesuatu. Allah SWT berfirman, “Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah,” (QS. Taha: 6).
2.      Kekayaan di dunia adalah untuk mencari kehidupan akhirat
Manusia mestilah menggunakan kekayaan yang diperolehnya di dunia untuk mendapatkan kehidupan yang baik dan sejahtera di akhirat kelak. Rasulullah SAW bersabda, “Ahli peniaga yang jujur lagi amanah adalah bersama-sama para nabi, para siddiqin dan para syuhada,” (HR. Bukhari).
3.      Bahagia di dunia tidak boleh diabaikan dalam mendapatkan akhirat
Manusia tidak boleh mengabaikan kebahagian di dunia ini. manusia hendaklah bekerja semaksimal mungkin untuk mendapatkan kebaikan di dunia dengan cara yang paling adil dan dibenarkan oleh undang-undang. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allahhalalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlan makanan yang halal lahi baik dari apa yang Allah telah rizkikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. (QS. Al-Maidah [5]: 87-88)
4.      Tetap berlaku adil kepada sesama manusia
Manusia mestilah berlaku baik terhadap sesama manusia. Hendaklah mereka melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan membantu orang-orang yang berada dalam kesusahan dan kesempitan. Allah SWT berfirman, “Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah, dan mereka itulah orang-orang beruntung.” (QS. Ar-Rum: 38)
5.      Tidak boleh melakukan sembarang kerusakan
Manusia mesti mengelakkan dirinya daripada melakukan perbuatan-perbuatan dosa yang termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan mencarihasil kekayaan yang tidak adil, memubazirkan sumber-sumber dan hasil-hasil kekayaan serta melakukan penipuan dalam perniagaan. Allah SWT berfirman, “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepad hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripadda harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 188)
Bahkan Prof. Sri Edi Swasono dalam essai pembuka buku Ekonomi Cukup-nya Radhar Panca Dahana (bukunya belum selesai dibaca :D), mengatakan bahwa ekonomi Islam atau yang lebih dikenal sistem ekonomi syariah adalah suatu alternatif untuk menggantikan sistem ekonomi kapitalisme yang rakus. Pada sistem ekonomi syariah prinsip dasarnya adalah pemberdayaan (empowerment), kemitraan (partnership) atau dikenal juga dengan istilah brotherhood economy. Kompetisi dimaknai bukan sebagai sesuatu yang saling menghancurkan, melainkan juga membangun kebersamaan.
Tak dapat dipungkiri bahwa perekonomian di dunia termasuk Indonesia saat ini telah digiring pada perekonomian yang mendukung kapitalisme. Hal tersebut sebenarnya sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam. Sehingga tak heran jika saat ini keadaan perekonomian di mana-mana, terutama di Indonesia terus dikungkung sekelumit masalah yang membelenggu. Hal tersebut karena dilupakan dan tak diterapkannya kesempurnaan ajaran Islam sebagai way of life secara konsisten dan komprehensif.
Oleh karena itu, yang terjadi saat ini adalah perekonomian memang mengalami pertumbuhan, akan tetapi laju pertumbuhan itu diikuti pula oleh ketimpangan antara si kaya dan si miskin yang dirasa semakin curam. Salah satu keadaan ini tidak sejalan dengan ekonomi Islam yang mengedapankan kemaslahatan bagi seluruh umat.
Berbagai keadaan tak diinginkan itu tak mungkin terjadi seandainya kegiatan ekonomi dilandaskan pada ajaran Islam. Ekonomi Islam bukanlah sesuatu yang utopis sebagaimana banyak dikatakan oleh para pemikir Barat. Ekonomi Islam benar-benar dapat diimplementasikan dalam kehidupan berekonomi, salah satu contoh konkritnya adalah mulai menjamurnya lembaga keuangan yang berkiprah di bawah naungan ekonomi berlandaskan syariah. Seperti dikatakan oleh Fatikul Himami dalam artikelnya yang berjudul Peran Lembaga Ekonomi Syariah dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia”, konsep lembaga keuangan syariah tersebut sebenarnya telah diatur dalam ajaran Islam meski tidak disebut secara eksplisit di dalam Al-Quran. Namun jika yang dimaksud lembaga itu suatu yang memiliki unsur-unsur seperti struktur, manajemen, fungsi serta hak kewajiban, maka semua lembaga itu disebut secara jelas. Kata-kata seperti kaum, ummat (kelompok masyarakat), muluk (pemerintah), balad (negeri), suq (pasar) dan sebagainya mengindi-kasikan bahwa al-Qur’an mengisyaratkan nama-nama itu memiliki fungsi dan peran tertentu dalam ekonomi, seperti zakat, shadaqah, fai’, ghanimah, bai’, dain, mal dan sebagainya memiliki konotasi fungsi yang dilaksanakan oleh peran tertentu. Dalam lembaga keuangan syariah modern, konsep al-Qur’an ini diterjemahkan menjadi sebuah lembaga keuangan yang mampu diterima oleh masyarakat umum.
            Ekonomi Islam berperan mendobrak keganjilan-keganjilan yang selama ini perlahan tapi pasti meruntuhkan para pembangkang Tuhan. Hal tersebut seolah dibuktikan oleh pernyataan Euis Amalia dalam kata pengantar bukunya yang berjudul “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam” bahwa seiring berakhirnya teori ekonomi semenjak tahun 1990-an, para ekonom Barat mulai mencari sistem ekonomi alternatif yang tidak akan menggiring pada kutub extrimitas seperti sistem ekonom yang sudah-sudah, yaitu liberalisme dan sosialieme. Dan pada saat itulah wacana ekonomi yang telah lama kehilangan cahayanya kembali bangkit menjadi sistem ekonomi yang akan membawa seluruh umat pada kemaslahatan dengan kesempurnaan ajarannya.

Kolaborasi dari beberapa sumber:
Hasan, Nurul Ichsan. Perbankan Syariah: Sebuah Pengantar. Jakarta: Referensi, 2014.

Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Depok: Gramata Publihsing, 2010.
sumber goodreads

Dahana, Radhar Panca. Ekonomi Cukup. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2015.
sumber: kompas


islampos

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[TASK] Proposal Usaha (Kewirausahaan)

Ini tugas bikin proposal waktu kelas sebelas hihi :3 Gak tau bener gak tau nggak soalnya dulu gak sempet direview sama gurunya -,- Disusun oleh: Asti Nurhayati Sri Isdianti Kelas XI-AP4 SMK Negeri 1 Garut 2012-2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Nama dan Alamat Perusahaan Toko Buku   “27 RADAR” Jl.   Radar   No. 27 Garut B. Nama dan Alamat Penanggung Jawab Usaha Ø     Penanggung jawab 1: Nama : Asti Nurhayati Nurjaman   TTL : Garut, 19 Agustus 1996   Ø      Penanggung jawab 2: Nama : Sri Isdianti TTL : Garut, 12 September 1996   C. Informasi Usaha          Usaha toko buku yang kami kelola ini berada di Jl.   Radar   No. 27, merupakan lokasi yang sangat strategis yang berada di pusat kota Garut ini, bisa dengan mudah dijangkau oleh kendaraan apapun. Juga terletak di antara banyaknya pusat perkantoran serta sekolah-sekolah sehingga menjadi suatu keuntungan tersendiri bagi kami karena berdekatan dengan banyak

[BOOK REVIEW] Sejarah Ekonomi Dalam Islam

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Judul: Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Penulis:DR. Euis Amalia, M.Ag Penerbit: Gramata Publishing Tebal Buku: xiv + 322 halaman ISBN: 978-602-96565-1-0 Harga: Rp. 69.000,- Sumber gambar: goodreads Ada kesenjangan epistemologi yang mengemuka lebar tatkala ingin menampilkan literatur sejarah pemikiran ekonomi. Nilai fairness dan transparansi seolah sulit untuk dibuka ketika dihadapkan pada siapa menemukan apa karena bermuara pada “otoritas klaim.” Fakta-fakta ironis menyebutkan bahwa seringkali hasil karya ilmuwan muslim kita diabaikan oleh sarjana barat, padahal mereka sendiri secara implisist mengakui banyak karyanya telah diilhami oleh  pemikir Islam atau karya mereka tidak pure lagi karena sebelumnya sudah diketemukan teori oleh sarjana muslim. Hanya bisa dihitung dengan jari penulis-penulis barat yang mengakui bahwa konsep-konsep atau teorinya berasal dari pemikir Islam. Secara simplistis saja,

[BOOK REVIEW] AYAH Tanpa Tapi

Surga juga ada di telapak kaki ayah – pada setiap langkah yang ia ambil untuk terus menyambung nafas dan menumbuhkanmu, ada surga. (Seribu Wajah Ayah – hlm. 16)             Ayah, salah satu bilah tervital dalam hidup yang dikatakan Rasulullah setelah penyebutan Ibu yang diulang sebanyak tiga kali.             Ibu, ibu, ibu, baru ayah .            Repetisi yang menomorempatkan ayah bukan berarti kita harus menomorsekiankan pula sosok itu dalam hidup. Tidak sama sekali.           Memang, kebanyakan figur ayah tidak sama dengan ibu. Jika ibu seakan tak pernah kehabisan agenda kata yang berlalu lalang di telinga kita, beda halnya dengan ayah yang bahkan seolah enggan untuk bersuara walau hanya sekecap. Pun, sering kali kita lebih nyaman bersandar di punggung ibu yang ekspresif dibanding harus bercengkrama dengan sosok ayah yang cenderung defensif.            Meski tidak menutup kemungkinan tidak semua ayah berkarakter begitu, tapi itu juga tak dapat dipungkiri, kan?