Langsung ke konten utama

[BOOK REVIEW] Petualangan Bujang

source from bukabuku.com



Judul: Pulang
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Republika
Terbit: Cetakan I, September 2015
Cetakan XXII, September 2016
Tebal buku: iv + 400 halaman
ISBN: 978-602-08-2212-9
Harga: Rp. 69.000,-


"Aku tahu sekarang, lebih banyak luka di hati bapakku dibanding di tubuhnya. Juga mamakku, lebih banyak tangis di hati Mamak dibanding di hatinya." 
Sebuah kisah tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan, untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit.




Pulang identik dengan kembali atau berbalik setelah pergi. Harus selalu ada pulang setelah melanglang pergi. Sebab, pulang kerap kali menjadi oase yang menjanjikan nyaman sehabis didera lelah dalam petualngan.

Akankah makna serupa di dapat dari novel Tere Liye berjudul Pulang ini?




Diceritakan dengan sudut pandang orang pertama. Adalah Bujang. Singkat cerita, bocah yang telah lima belas tahun besar di kawasan Bukit Barisan Sumatera itu merantau ke kota bersama pimpinan dari Keluarga Tong yang dipanggil Tauke Muda. Dua puluh tahun kemudian, Bujang tumbuh menjadi pemuda dengan pribadi yang sangat mantap. Gagah, jenius, dan kuat. Berpindah dari satu kota ke kota lain, bahkan beranjak dari satu negara ke negara lain. Penjagal nomor satu di Keluarga Tong itu seakan tak memiliki rasa takut.

Hingga di satu titik, munculnya pengkhianatan di tengah puncaknya kejayaan Keluarga Tong menggoyahkan rasa takut yang tak pernah menjejak di hati Bujang selama dua puluh tahun terakhir.

Secara fisik, novel ini dibalut kover yang eye catching . Aku suka sekali filosofi di balik kovernya. Belaman warna biru (eh, atau hijau ya?) dengan motif seakan terkelupas dan memperlihatkan pemandangan matahari terbit di baliknya. Ini tentu berkaitan erat dengan jalan cerita. Sebab, ada banyak kejadian penting yang terjadi begitu menjelang sunrise tiba. Kejadian yang kemudian mengantarkan Bujang menuju kepulangannya.

"Tapi sungguh, jangan dilawan semua hari-hari menyakitkan itu, Nak. Jangan pernah kau lawan. Karena kau pasti kalah. Mau semuak apa pun aku dengan hari-hari itu, matahari akan tetap terbit indah seperti yang kita lihat sekarang. Mau sejijik apa pun kau dengan hari-hari itu, matahari akan tetap memenuhi janjinya, terbit dan terbit lagi tanpa peduli apa perasaanmu. Kau keliru sekali jika berusaha melawannya, membencinya, itu tidak pernah menyelesaikan masalah." (Hal. 339)

Pembaca akan menikmati keseruan cerita dalam novel beralur maju-mundur ini. Pertarungan demi pertarungan yang mengesankan. Meski buku ini sangat direkomendasikan untuk semua kalangan, novel yang mengusung tema ekonomi berbalut aksi ini juga layak menjadi reading list pembaca yang menggeluti dunia politik atau pun ekonomi. Selain itu, relijiusitas dan kearifan lokal yang diangkat dengan apik menjadi nilai plus untuk buku ini.

Pulang dalam novel ini tak sekadar berbalik atau kembali setelah pergi. Namun mengandung makna filosofis yang dalam. Pulang menuju hakikat kehidupan. Dengan segenap kerinduan, kepada-Nya-lah segala sesuatu sejatinya berpulang.





Komentar

  1. "Juga mamakku, lebih banyak tangis di hati Mamak dibanding di hatinya". Ini hati siapa?

    Uuuhhhh. Pulang. Boleh kuajak kencan?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

[TASK] Proposal Usaha (Kewirausahaan)

Ini tugas bikin proposal waktu kelas sebelas hihi :3 Gak tau bener gak tau nggak soalnya dulu gak sempet direview sama gurunya -,- Disusun oleh: Asti Nurhayati Sri Isdianti Kelas XI-AP4 SMK Negeri 1 Garut 2012-2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Nama dan Alamat Perusahaan Toko Buku   “27 RADAR” Jl.   Radar   No. 27 Garut B. Nama dan Alamat Penanggung Jawab Usaha Ø     Penanggung jawab 1: Nama : Asti Nurhayati Nurjaman   TTL : Garut, 19 Agustus 1996   Ø      Penanggung jawab 2: Nama : Sri Isdianti TTL : Garut, 12 September 1996   C. Informasi Usaha          Usaha toko buku yang kami kelola ini berada di Jl.   Radar   No. 27, merupakan lokasi yang sangat strategis yang berada di pusat kota Garut ini, bisa dengan mudah dijangkau oleh kendaraan apapun. Juga terletak di antara banyaknya pusat perkantoran serta sekolah-sekolah sehingga menjadi suatu keuntungan tersendiri bagi kami karena berdekatan dengan banyak

[BOOK REVIEW] Sejarah Ekonomi Dalam Islam

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Judul: Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Penulis:DR. Euis Amalia, M.Ag Penerbit: Gramata Publishing Tebal Buku: xiv + 322 halaman ISBN: 978-602-96565-1-0 Harga: Rp. 69.000,- Sumber gambar: goodreads Ada kesenjangan epistemologi yang mengemuka lebar tatkala ingin menampilkan literatur sejarah pemikiran ekonomi. Nilai fairness dan transparansi seolah sulit untuk dibuka ketika dihadapkan pada siapa menemukan apa karena bermuara pada “otoritas klaim.” Fakta-fakta ironis menyebutkan bahwa seringkali hasil karya ilmuwan muslim kita diabaikan oleh sarjana barat, padahal mereka sendiri secara implisist mengakui banyak karyanya telah diilhami oleh  pemikir Islam atau karya mereka tidak pure lagi karena sebelumnya sudah diketemukan teori oleh sarjana muslim. Hanya bisa dihitung dengan jari penulis-penulis barat yang mengakui bahwa konsep-konsep atau teorinya berasal dari pemikir Islam. Secara simplistis saja,

[BOOK REVIEW] AYAH Tanpa Tapi

Surga juga ada di telapak kaki ayah – pada setiap langkah yang ia ambil untuk terus menyambung nafas dan menumbuhkanmu, ada surga. (Seribu Wajah Ayah – hlm. 16)             Ayah, salah satu bilah tervital dalam hidup yang dikatakan Rasulullah setelah penyebutan Ibu yang diulang sebanyak tiga kali.             Ibu, ibu, ibu, baru ayah .            Repetisi yang menomorempatkan ayah bukan berarti kita harus menomorsekiankan pula sosok itu dalam hidup. Tidak sama sekali.           Memang, kebanyakan figur ayah tidak sama dengan ibu. Jika ibu seakan tak pernah kehabisan agenda kata yang berlalu lalang di telinga kita, beda halnya dengan ayah yang bahkan seolah enggan untuk bersuara walau hanya sekecap. Pun, sering kali kita lebih nyaman bersandar di punggung ibu yang ekspresif dibanding harus bercengkrama dengan sosok ayah yang cenderung defensif.            Meski tidak menutup kemungkinan tidak semua ayah berkarakter begitu, tapi itu juga tak dapat dipungkiri, kan?