source from google |
Judul :
Rindu
Penulis :
Tere Liye
Penerbit :
Republika
Terbit :
Cetakan I, Oktober 2014
Cetakan XXXVII, Agustus 2016
Tebal buku :
ii + 544 halaman
ISBN :
978-602-8997-90-4
Harga : Rp. 69.000
“Apalah arti memiliki, ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami?
Apalah arti kehilangan,ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan, dan sebaliknya, kehilangan banyak saat menemukan?
Apalah arti cinta,ketika kami menangis terluka atas perasaan yang seharusnya indah? Bagaimana mungkin, kami terduduk patah hati atas sesuatu yang seharusnya suci dan tidak menuntut apa pun?
Wahai, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu? Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja.”
Ini adalah kisah tentang masa lalu yang memilukan. Tentang kebencian kepada seseorang yang seharusnya disayangi. Tentang kehilangan kekasih hati. Tentang cinta sejati. Tentang kemunafikan. Lima kisah dalam sebuah perjalanan panjang kerinduan.
***
Lima pertanyaan. Lima tokoh. Satu perjalanan.
Menuju rumah Allah kapal uap bernama Blitar Holland itu mengarungi luasnya sang
laut.
Setiap perjalanan selalu disertai pertanyaan-pertanyaan. (Hal. 222)
Dalam
novel dengan setting kisaran tahun 1930 di sebuah kapal Belanda ini,
pembaca akan bertemu lima tokoh tersebut. Lima tokoh dengan masing-masing
pertanyaan yang menganak di benak. Bonda Upe dengan masa lalunya yang
memilukan. Daeng Andipati yang menimbun benci pada seseorang yang seharusnya
disayangi. Mbah Kakung yang dilanda pilu tatkala kehilangan kekasih hati. Ambo
Uleng yang berbesar hati melepas cinta sejati. Dan terakhir, adalah Gurutta,
seorang ulama masyhur yang berhasil menjawab empat pertanyaan sebelumnya, namun
sama sekali tak mampu memenuhi jawab atas pertanyaannya sendiri.
“.... sayangnya, lazimnya sebuah pertanyaan, maka tidak otomatis selalu ada jawabannya. Terkadang, tidak ada jawabannya. Pun penjelasannya. (Hal. 222)
Riset
yang dilakukan Tere Liye benar-benar total. Latar belakang sejarah pada masa pendudukan
Belanda di Indonesia, indahnya lokasi seperti kapal Blitar Holland dan pelabuhan-pelabuhan
yang dijadikan pemberhentian sedikit banyak tergambar secara rinci dalam
bayangan pembaca.
Cover
novel ini mungkin akan menjadi sedikit pengecoh. Tampilannya sederhana, pun
terlihat manis dan romantis. Tak sedikit yang mengira bahwa novel ini akan
menyuguhkan cerita tentang kisah cinta yang mengharu-biru. Akan tetapi, itu
keliru. Di dalam novel beralur maju ini, bersama tokoh-tokoh yang kuat dalam
pengkarakteran, pembaca akan mendapatkan cerita yang lebih dari sekadar kisah
cinta. Pembaca akan diajak untuk memaknai kehidupan dengan baik, serta
memperkaya jiwa dengan nilai-nilai perenungan dan inspirasi. Dengan diksi yang
bertuah, namun tetap sederhana dan mudah dicerna. Khas Tere Liye.
Seperti
Bonda Upe, Daeng Andipati, Mbah Kakung, dan Ambo Uleng, pernahkah kamu memiliki
pertanyaan yang berkaitan dengan hidup? Sudahkah kamu seberuntung mereka,
bertemu dengan sosok bijaksana seperti Gurutta yang bisa memberi jawab atas
pertanyaan itu? Atau kamu bahkan seperti Gurutta, yang dapat membijak pada
orang lain namun tak bisa melakukan sesuatu yang benar pada diri sendiri?
Tentang
masa lalu yang memilukan. Tentang kebencian pada seseorang yang seharusnya
disayangi. Tentang kehilangan kekasih hati. Tentang cinta sejati. Tentang
kemunafikan.
Satu
lagi, Elsa dan Anna hadir sebagai kakak-beradik yang mewarnai lembar demi
lembar cerita. Apalagi Anna. Tokoh Anna memang sama sekali tak berkaitan
langsung dengan lima pertanyaan yang menjadi inti cerita tersebut. Tapi
keberadaan Anna seakan menjadi titik sentral yang berpadu dengan keseluruhan
cerita. Kau menggemaskan, Anna!
Temukan
jawabannya di novel ini. Saksikan bahwa kepada-Nya-lah bermuara segala rindu.
Oh,
ada salah satu bagian yang sangat aku suka. Cekdisaut:
Pagi itu juga, sambil memaksakan diri menelan bubur ayam, Ambo Uleng resmi punya sahabat baru. Hidup ini kadang berjalan misterius sekali. Ambo tidak pernah tahu akan bertemu dengan siapa dalam hidupnya. Orang-orang datang silih berganti. Ada yang akan menjadi bagian penting. Ada yang segera terlupakan. Besok lusa, bahkan Ambo belajar banyak dalam artian benar-benar belajar dari sahabat kanak-kanak usia sembilan tahun ini. (Hlm. 141-142)
And she’s Anna.
Aku beri lima bintang untuk kisah luar biasa dari
Tere Liye ini.
Komentar
Posting Komentar