Langsung ke konten utama

[BOOK REVIEW] Aku Membencimu. Aku Tidak.



In a Blue Moon


Judul: In a Blue Moon
Penulis: Ilana Tan
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 320 halaman
Harga: Rp. 70.000,- (disc. 20% jadi Rp. 56.000,- hihi :3)
Rilis: April 2015
ISBN: 978-602-03-1462-4
“Apakah kau masih membenciku?”
“Aku heran kau merasa perlu bertanya.”
Lucas Ford pertama kali bertemu dengan Sophie Wilson di bulan Desember pada tahun terakhir SMA-nya. Gadis itu membencinya. Lucas kembali bertemu dengan Sophie di bulan Desember sepuluh tahun kemudian di kota New York. Gadis itu masih membencinya. Masalah utamanya bukan itu –oh, bukan!– melainkan kenyataan bahwa gadis yang membencinya itu kini ditetapkan sebagai tunangan Lucas oleh kakeknya yang suka ikut campur.
Lucas mendekati Sophie bukan karena perintah kakeknya. Ia mendekati Sophie karena ingin mengubah pendapat Sophie tentang dirinya. Juga karena ia ingin Sophie menyukainya sebesar ia menyukai gadis itu. Dan, kadang-kadang –ini sangat jarang terjadi, tentu saja– kakeknya mengambil keputusan yang sangat tepat.






“Aku membencimu. Tapi mereka semua menyukaimu. Kenapa mereka menyukaimu? Kenapa hanya aku yang membencimu? Apakah aku salah? Apakah kau sebenarnya tidak seburuk yang kuduga? Tiba-tiba saja aku merasa buruk karena menjadi satu-satunya orang yang membencimu. Kemudian aku harus mengingatkan diriku sendiri bahwa aku tidak salah. Aku punya alasan membencimu. Aku berhak membencimu. Aku membencimu atas apa yang pernah kau lakukan padaku dan aku membencimu karena membuatku meragukan diriku sendiri! (hlm. 78)
          Lagi-lagi, aku gak sengaja beli novel O_O lebih tepatnyaaa, aku beli novel ini dalam keadaan setengah sadar *vlak :v* maksudnya begini yaaaa, hari Jumat tanggal 27 Maret 2015 saat aku tengah berselancar di dunia maya, iseng aku membuka akun bukabuku.com. Begitu membukanya, di menu ‘segera terbit’ kalo gak salah, aku baca In a Blue Moon Ilana Tan dengan cover buku yang –jujur, menurut aku– lucuuuu, sangat cuuuuuute bangettt sekaliii *mulai redundan nih -___- (?)* menggugah selera dan meningkatkan nafsu membaca (?), seketika itu juga aku memekik dramatis “Waaaah Ilana Tan udah nerbitin buku baruuuu?” Dan beberapa menit kemudian, tiba-tiba di monitor terpampang nominal uang yang harus aku transfer. Yaaa, ternyata secara tidak sadar aku telah mengklik ‘Add to cart’ dan melakukan proses pembelian. *hehehe itu sadar atau nggak sih? XD*
Aaaaa bener-bener ini noveeeel >_<9 aku sampe bingung, ini sebenernya noveel atau gulaaa :3 soalnya banyak bangeeet part manis antara Sophie dan Lucas, di mana Lucas suka sekali mengajak Sophie berdebat terutama memperdebatkan tentang status ‘tunangan’ yang seenaknya diresmikan oleh Gordon Ford, kakek Lucas yang sukaaaa sekali ikut campur. Jangan tanya kenapa Lucas suka memancing perdebatan dengan Sophie. Mungkin karena ia suka melihat reaksi gadis itu. Mungkin karena ia suka melihat kilatan di mata Sophie setiap kali Sophie membalas kata-katanya. Mungkin juga hanya karena ia menyukai tantangan. Dan Sophie Wilson sudah pasti adalah tantangan (hlm. 116). Lucas Ford? Iya Lucas Ford! Chef kepala di sebuah restoran terkenal yang bernama Ramses di New York! Aku naksir Lucaaas, seriuuuus T~~~T He’s really awesome guy :3 Meski dia kayak *ekhem* semacam modus, tapi sebenarnya dia seriuuuus. Awas yaaa, bukan sebaliknya seperti kebanyakan sekarang, kayak yang serius tapi sebenernya modus :v. Iya, dia serius mendekati Sophie untuk mengubah persepsi gadis itu tentang dirinya. Dia serius untuk membuktikan bahwa dia bukan lagi Lucas yang dulu, seorang anak SMA yang menyebalkan. Dia sungguh-sungguh untuk meminta maaf pada gadis Asia itu atas kesalahannya di masa lalu yang telah membuat hidup Sophie benar-benar berubah. Hingga akhirnya, dalam proses pembuktiannya itu pasti tumbuh benih-benih cabai yang ditanam *eh, itu kan Bastian di novel Pertemuan Jingga :v.
          Ilana Tan memang selalu luar biasa. Kata-kata yang diramunya selalu berhasil membuatku tertancap dan tak ingin beranjak dari cerita demi cerita hingga akhirnya novel ini beres terbaca hanya dalam waktu beberapa jam saja. Selalu, setting yang dipakainya memang di luar negeri, dan seperti buku sebelumnya Sunshine Becomes You, New York hadir kembali menjadi latar belakang kisah antara Lucas dengan Sophie. Setting dalam novel ini lebih dapet di mana Ilana Tan kali ini menonjolkan lokasi-lokasinya. Beda dengan novel-novel sebelumnya yang menurutku kurang mengeksplor latar tempatnya.

          Apakah kau tahu hanya ada garis tipis yang memisahkan perasaan benci dan cinta?
Bukan garis tipis dalam kasusku, melainkan jurang. Jurang yang sangat besar dan sangat dalam (hlm. 100).
Kesimpulan dari keseluruhan ceritanya menurut aku sih simple, semacam anak-anak yang menolak perjodohan namun akhirnya mereka bisa saling suka. Tapiiii gak sesimple itu juga sih, gimana ya? Ah gitu deh pokoknya (?) Orang ketiga yang nyebelin juga ada, baik dari pihak Sophie maupun dari Lucas. Dan yaaa, ada dua tokoh lelaki lagi yang menurut aku luar biasa, Spencer dan Tyler, mereka berdua adalah kakak lelaki yang ekstraaaa ekstraaa protektif sama Sophie, maklum lah adik perempuan satu-satunyaaa. Siapa saja yang berani mendekati Sophie, lelaki itu harus terlebih dahulu menghadapi kedua lelaki tampan ituuuu, dan dan dan, Lucas adalah lelaki pertama yang mengambil risiko ditembak oleh kedua kakak Sophie, tak seperti mantan Sophie si Adrian yang lebih memilih menjalin hubungan secara diam-diam karena takut menghadapi kakak Sophie yang juga sahabatnya itu. Dan akhirnya, pemberani lah yang akan menjadi pemenang. Yeyeyeyeye Lucas menaaaang ^_^/ (?) Yang bikin greget di sini nih yaaaa, tingkah si Miranda Young, ah greget banget pokoknyaaaa, dia agresif banget jadi perempuan -_- Ada satu lagi yang paling menggemaskan pada keseluruhan cerita, yaaa, Gordon Ford! Kakek Lucas yang selalu ikut campurnya minta ampuuuun >,< Tapiiii untuk kali ini Lucas tidak dapat menyangkal bahwa sikap menyebalkan kakeknya itu memang sangat tepat karena berkatnya, Lucas bisa bertemu kembali dengan Sophie, teman SMA-nya, yang menurut aku sih ya, sebenarnya Lucas udah naksir sama Sophie dari dulu dari zaman SMA, tapi karena Lucas gak mau ngakuuu, karena gengsinya gedeee, malah terjadi masalah yang membuat Sophie sangat membencinya dan butuh usaha yang super super super keraaaas untuk meyakinkan gadis itu. Usaha yang super super keras untuk menghentikan Sophie mengatakan “Aku membencimu”.
          Meski ada beberapa kesalahan dalam pengetikan kata di dalamnya, beberapa siih kehitung kok, misalnyaa, aku baca ada kata yang pengetikannya diulang, bukaan...bukan repetisi atau pun semacam pengulangan kata lainnya, soalnya pas dibaca kerasa janggal. Ah, lupa sih gak dikasih tandaaa di halamannya x_x Tapi, meski begitu kesalahan itu sudah sangat tertutupi oleh kesempurnaan novel iniiii :b. Pokoknyaaa, novel ini ruarrrr biasssaaa. Kalian harus baca dan siap-siap pipi merona merah karena scene-scene manis antara Lucas dan Sophie. Dan novel ini berhasil menggeser Winter in Tokyo yang sebelumnya sudah kunobatkan sebagai novel Ilana Tan paling romantiiiiis >,<b inget kan Keiko sama Kenziiii? Sudaaah, mending kalian cepet-cepet baca deh yaaaa. Gak akan nyesel hihi^^
          Dan terakhiiiir, ada dua petik dialog singkat dan sederhana antara Lucas dan Sophie yang aku suka. Kayak sepele siiiih, nih yaaaa.
“Aku membencimu.”
“Aku tidak.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[TASK] Proposal Usaha (Kewirausahaan)

Ini tugas bikin proposal waktu kelas sebelas hihi :3 Gak tau bener gak tau nggak soalnya dulu gak sempet direview sama gurunya -,- Disusun oleh: Asti Nurhayati Sri Isdianti Kelas XI-AP4 SMK Negeri 1 Garut 2012-2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Nama dan Alamat Perusahaan Toko Buku   “27 RADAR” Jl.   Radar   No. 27 Garut B. Nama dan Alamat Penanggung Jawab Usaha Ø     Penanggung jawab 1: Nama : Asti Nurhayati Nurjaman   TTL : Garut, 19 Agustus 1996   Ø      Penanggung jawab 2: Nama : Sri Isdianti TTL : Garut, 12 September 1996   C. Informasi Usaha          Usaha toko buku yang kami kelola ini berada di Jl.   Radar   No. 27, merupakan lokasi yang sangat strategis yang berada di pusat kota Garut ini, bisa dengan mudah dijangkau oleh kendaraan apapun. Juga terletak di antara banyaknya pusat perkantoran serta sekolah-sekolah sehingga menjadi suatu keuntungan tersendiri bagi kami karena berdekatan dengan banyak

[BOOK REVIEW] Sejarah Ekonomi Dalam Islam

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Judul: Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Penulis:DR. Euis Amalia, M.Ag Penerbit: Gramata Publishing Tebal Buku: xiv + 322 halaman ISBN: 978-602-96565-1-0 Harga: Rp. 69.000,- Sumber gambar: goodreads Ada kesenjangan epistemologi yang mengemuka lebar tatkala ingin menampilkan literatur sejarah pemikiran ekonomi. Nilai fairness dan transparansi seolah sulit untuk dibuka ketika dihadapkan pada siapa menemukan apa karena bermuara pada “otoritas klaim.” Fakta-fakta ironis menyebutkan bahwa seringkali hasil karya ilmuwan muslim kita diabaikan oleh sarjana barat, padahal mereka sendiri secara implisist mengakui banyak karyanya telah diilhami oleh  pemikir Islam atau karya mereka tidak pure lagi karena sebelumnya sudah diketemukan teori oleh sarjana muslim. Hanya bisa dihitung dengan jari penulis-penulis barat yang mengakui bahwa konsep-konsep atau teorinya berasal dari pemikir Islam. Secara simplistis saja,

[BOOK REVIEW] AYAH Tanpa Tapi

Surga juga ada di telapak kaki ayah – pada setiap langkah yang ia ambil untuk terus menyambung nafas dan menumbuhkanmu, ada surga. (Seribu Wajah Ayah – hlm. 16)             Ayah, salah satu bilah tervital dalam hidup yang dikatakan Rasulullah setelah penyebutan Ibu yang diulang sebanyak tiga kali.             Ibu, ibu, ibu, baru ayah .            Repetisi yang menomorempatkan ayah bukan berarti kita harus menomorsekiankan pula sosok itu dalam hidup. Tidak sama sekali.           Memang, kebanyakan figur ayah tidak sama dengan ibu. Jika ibu seakan tak pernah kehabisan agenda kata yang berlalu lalang di telinga kita, beda halnya dengan ayah yang bahkan seolah enggan untuk bersuara walau hanya sekecap. Pun, sering kali kita lebih nyaman bersandar di punggung ibu yang ekspresif dibanding harus bercengkrama dengan sosok ayah yang cenderung defensif.            Meski tidak menutup kemungkinan tidak semua ayah berkarakter begitu, tapi itu juga tak dapat dipungkiri, kan?