Langsung ke konten utama

[BOOK REVIEW] Saat Pemuda Shaleh Jatuh Cinta

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Api Tauhid – Habiburrahman El Shirazy



Judul:
Api Tauhid
Penulis:
Habiburrahman El Shirazy
Penerbit: Republika Penerbit
Tebal Buku:
588 halaman
Cetakan Pertama:
November 2014
Cetakan Keenam: Januari 2015
ISBN: 978-602-8997-95-9
Harga: Rp. 79.000,-



“Kehadiran novel Api Tauhid ini sangat pas dengan perkembangan dunia Islam saat ini. Pada saat dunia Islam dihadapkan pada persoalan radikalisme dan kaburnya orientasi peradaban.

Kekuatan sebuah novel sejarah tentu terletak pada kemampuannya dalam menampilkan peristiwa sejarah secara indah dan menawan. Novel menjadi sarat dengan hikmah sejarah yang berfungsi untuk menjadikan peristiwa masa lalu sebagai pengingat dan pelajaran bagi generasi sesudahnya. Sejarah yang merupakan pengalaman masa lalu (mati) dalam novel ini menjadi hidup kembali (living history), memberikan ibrah yang luar biasa. Inilah yang dihidangkan novel Api Tauhid ini.

Kemampuan untuk menghidupkan kembali peristiwa di balik tokoh berpengaruh dan penuh “keajaiban”, Sang Mujaddid Badiuzzaman Said Nursi, merupakan daya tarik tersendiri dari novel ini.

Siapa pun yang mengidamkan dan ingin mewujudkan pertemuan berbagai peradaban yang berbeda-beda itu dalam balutan cinta dan penuh perdamaian – bukan pertentangan dan pemusuhan (clash of civilization) – harus membaca novel Api Tauhid ini.

Ini bukan hanyan novel sejarah yang menyadarkan, tapi juga nivel cinta yang menggetarkan. Penulis novel Ayat-Ayat Cinta yang legendaris itu meramu kisah cinta berbalut kesucian yang menciptakan keajaiban. Ya, cinta yang suci selalu melahirkan keajaiban dan keteladanan. Novel Api Tauhid ini menyuguhkan hal itu. Selamat membaca!”

“Ini sungguh novel sejarah pembangun jiwa. Halaman demi halaman yang saya baca telah membuat pikiran saya menjelajah lipatan waktu di mana sang tokoh utama Badiuzzaman Said Nursi dikisahkan. Ramuan pengalaman dan imajinasi kreatif Kang Abik menjadikan novel ini sarat dengan nilai-nilai keteladanan. – Taufik Kasturi, Ph.D., Dekan Fakultas Psikologi UMS dan Ketua Asosiasi Psikologi Perguruan Tinggi Muhammadiyah












Kalimat yang refleks aku ucapkan saat memegang novel ini di toko buku, “Masya Allah. Tebel bangeeet.”
Dan kalau harus jujur, sebenarnya yang mau aku beli itu bukan novel ini, tapi Serambi Cinta di Negeri Cahaya, tapiii dikarenakan stok novelnya lagi nggak ada, terpaksa aku beli novel ini. Ya, daripada keluar dari toko buku dengan tangan kosong. Apalagi aku udah ngepoin si Aa penjaga tokonya, ngaler ngidul, ngobrol ini ngobrol itu, malu kan kalau nggak jadi beli -_- Nggak terpaksa juga sih, soalnya novel ini emang udah ada di book wishlist aku dari dulu juga :V
Begitu sampai rumah, aku langsung membuka salah satu karya Kang Abik ini. Sejurus kemudian aku bertemu dengan sesosok pemuda tampan, pintar, alim, berakhlak baik, keimanannya teguh, soleh pokoknya. Ya, memang inilah salah satu ciri dari karya novelis hebat ini, beliau selalu menampilkan tokoh yang sempurna, too good to be true, satu dari sepuluh orang yang mungkin ada dalam realita. Jika sebelumnya aku bertemu dengan Fahri dan Azzam, kini aku bertemu dengan pemuda kampung yang karena kepintarannya yang luar biasa akhirnya mendapat beasiswa untuk kuliah di Madinah. Rite, Kang Abik selalu menggambarkan tokoh utamanya sebagai sosok yang sangat mencintai pendidikan. Fahri, Azzam, dan sekarang Fahmi.
Fahmi. Di awal, diceritakan bahwa pemuda itu bertekad tidak akan pulang ke asrama sebelum mengkhatamkan hapalan Al-Qurannya sebanyak empat puluh kali. Empat puluh kali! Bayangkan! O.O Ia tak pernah beranjak dari tempat duduknya di salah satu sudut di Masjid Nabawi itu. Jika pun harus, ia hanya bangkit untuk mengambil wudhu dan sembahyang. Itu saja. Tidak lebih. Sikapnya itu membuat sahabat-sahabatnya khawatir. Ali dan Hamza mendatanginya dan membujuknya agar tidak berbuat senekad itu, agar pemuda itu tak berlebihan dalam beribadah. Tapi usaha mereka sia-sia. Fahmi tetap bersikeras untuk menuntaskan iktikafnya. Hingga akhirnya, saat memasuki hari ke lima belas Fahmi beriktikaf, Ali dan Hamza mendapati pemuda itu tengah terbaring di tempatnya. Mereka berdua langsung panik begitu menangkap darah yang menetes dari hidung Fahmi. Oke, sampai sini aku dapat pelajaran, kita memang harus maksimal dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah kepada Allah SWT. Tapi, jangan berlebihan karena tubuh yang Allah SWT. amanatkan pada kita ini juga punya sama-sama punya hak yang harus dipenuhi agar dapat tetap beribadah dengan sebagaimana mestinya.
Ada masalah besar yang menimpa Fahmi hingga akhirnya memutuskan untuk menghibur diri dengan beriktikaf di masjid. Oke, baru sampai sini aku udah kagum banget sama sosok Fahmi. Ya, pada hakikatnya, itulah tujuan Allah menimpakan masalah kepada umatnya. Allah suka mendengar doa-doa yang dipanjatkan umatnya. Begitu pula dengan Fahmi. Hanya saja, ujian yang sangat berat itu membuatnya terpuruk sangat dalam hingga nyaris keliru untuk menghadapi segalanya. Mau tahu masalahnya? Ah, nyesek pokoknya :”
Ceritanya begini. Saat Fahmi sedang berlibur di Indonesia. Ada dua keluarga yang mendatangi rumahnya. Mereka meminta Fahmi untuk meminang dan menikahi anak mereka. Jelas saja, orang tua mana siiih yang tidak ingin mempunyai menantu sesempurna Fahmi. Keluarga Pak Lurah, dengan anak gadisnya yang bernama Nur Jannah. Dan, keluarga Kyai Arselan, dengan anak gadisnya yang bernama Nuzula. Aku juga suka sama Fahmi, velis :” Mama aku juga pasti mau banget punya menantu kayak Fahmi hihi :3. Dan yang lebih jelas, Fahmi bingung untuk menjatuhkan pilihan. Dua-duanya sama baik. Sementara di satu sisi, sebenarnya sama sekali ia belum memikirkan untuk menikah dalam waktu dekat karena ingin menyelesaikan kuliahnya terlebih dahulu. Namun akhirnya, setelah berembuk dengan keluarga besar, Fahmi lalu memilih untuk menikahi Nuzula, anak Kyai besar di kotanya.
Fahmi menikah dengan Nuzula. Iyaaa, nikah sirri. Kenapa sirri? Karena Nuzula malu dan belum berani untuk mengaku pada teman-teman kuliahnya di Jakarta bahwa ia sudah menikah. Setelah akad, karena belum diizinkan untuk seperti suami-istri sebagaimana mestinya, Fahmi meminta izin untuk shalat dua rakaat bersama Nuzula di kamar. Begitu selesai shalat ... ah baca deh :V Ada momen tujuh detik yang mengubah perasaannya. Momen itu juga menjadi saat di mana Fahmi merasakan bagaiman rasanya memandangi wajah seorang perempuan karena selama ini ia selalu menjaga pandangan pada perempuan yang bukan mahramnya. Aku jadi ingat salah satu artikel yang pernah yang judulnya kalau nggak salah, Pentingnya Ghadul Bashar. Harus bisa kayak gitu ^^9
Fahmi kembali ke Madinah. Komunikasi dengan Nuzula tetap berjalan meski sebenarnya Fahmi tak pernah mendapat respon yang baik dari Nuzula. Iyaaa, Fahmi di SPJ-in terus sama Nuzula, padahal Fahmi cinta banget sama Nuzula -_- Lalu di usia pernikahan yang ke tiga bulan tiba-tiba Kyai Arselan mendatanginya ke Madinah dan memaksanya untuk segera menceraikan Nuzula. Masalah inilah yang membuatnya terjatuh dan tak bisa bangkit lagi lalu tenggelam dalam lautan luka dalam :V
Setelah membaca lembar demi lembar, aku mulai menaruh harapan yang sangat besar pada jalan cerita novel ini. Aku benar-benar menyimpan banyak perkiraan yang akan kutemukan pada setiap barisnya. Saat aku mulai terhanyut ke dalam cerita cinta Fahmi dan Nuzula, tiba-tiba dari BAB Lima, mereka berdua seolah hilang. Digantikan dengan kisah Said Nursi. Fahmi dan Nuzula cuma disinggung sedikit-sedikit. Padahal aku penasaran, kenapa Fahmi harus menceraikan Nuzula. Percayalah, kalau kalian mau bersabar tanpa membuka halaman belakang, sampai BAB 27 pun itu semua belum terkuak. Kalau aku sih nggak bisa sabar kayak gitu, aku langsung baca aja BAB terakhir :V Ini maksudnya yang aku bilang kalau novel ini di luar ekspektasi –di luar ekspektasiku lebih tepatnya. Cerita Fahmi sama Nuzulanya kurang. Dominasinya ya sejarah Badiuzzaman Said Nursi. Bukan, bukan aku nggak suka baca sejarah Said Nursi, hanya saja menurut aku, novel ini akan lebih membekas jika Fahmi dan Nuzulanya lebih menonjol. Apalagi kalau ditambah kisah cinta segi-empat antara Fahmi, Nuzula, Aysel, dan Emel (?). Fahmi benar-benar sempurna bukan?
Tapi, apa sepertinya memang yang mau diceritakan oleh Kang Abik itu adalah Said Nursi kali ya? Fahmi dan Nuzula hanya bumbu? Makanya novel ini disebut novel sejarah? .-. Jadi aku yang salah berharap gitu? ._.a
Terlepas dari itu, memang buku ini luar biasa. Menceritakan sejarah dengan cara yang berbeda. Seperti dikatakan di atas tadi, dalam buku ini, sejarah dipaparkan penuh dengan balutan cinta dan kasih sayang yang dapat mematahkan sebutan radikal pada Islam dari mereka yang tak tahu Islam yang sesungguhnya. Banyak hal-hal yang bisa kita teladani dari Said Nursi, seorang mujaddid yang kepintaran dan kehebatannya sangat luar biasa. Pantas saja Kang Abik sangat mengagumi tokoh sejarah ini ._.b
Menurut aku, dialog antar tokohnya kurang kuat ._. Entahlah, mungkin suasana hatiku sedang datar pada saat membaca buku ini mungkin ._. (?) Terus, kadang-kadang ada yang terasa mengganjal, misal, Hamza kadang-kadang menyebut dirinya ‘aku’ tapi di lain kalimat berganti menjadi ‘saya’ ._. Atau ini disengaja? Entahlah ._. Baca ini beda. Aku nggak merasakan perasaan yang sama seperti saat membaca karya Kang Abik yang lain ._. Dan banyak juga deskripsi, narasi, dialog yang sebenarnya tidak mempengaruhi jalan cerita ._. Oh ya, typo di buku ini bisa dibilang lumayan jumlahnya ._.
Teruuusss, ya, buku ini adalah sumber yang sangat tepat bagi kalian yang mungkin saja sedang mencari atau memerlukan biografi Said Nursi. Pokoknya di sini lengkap tentang ulama besar itu. Baik, sekadar perkenalan. Said Nursi adalah soerang ulama Islam terkemuka yang lahir di Nurs, sebuah desa kecil di Bitlis di wilayah Turki Timur pada 1293H/1876M. Badiuzzaman artinya adalajah keajaiban zaman. Merupakan gelar yang diberikan oleh salah satu gurunya karena pada usia yang masih sangat muda, sekitar 15 tahun, ia sudah dapat menghapal puluhan kitab dan berbagai macam ilmu serta mengalahkan banyak ulama hebat yang berdebat dengannya. Dalam buku ini diceritakan sangat lengkap perjalanan dakwah Badiuzzaman Said Nursi untuk menegakkan syariat Islam yang selalu dicoba diruntuhkan oleh kamu sekuler. Meski ia harus mendekam dari satu tempat pengasingan ke pengasingan lain, semangatnya untuk berdakwah amar maruf nahyi munkar tak pernah padam. Ia mencurahkan segenap jiwa dan raga agar api tauhid tak pernah padam karena cintanya yang teramat besar pada Allah, Rasul, dan umat.
Keseluruhan, buku ini jelas bagus, unik, dan karya yang luar biasa. Really recommended! ^^b Siapa dong yang nulis, novelis nomor 1 di Indonesia :3
Apa lagi ya? Ah, tiba-tiba saja semua yang ingin aku ketik oleh jari-jemariku yang lentik ini pergi entah kemana :V Baca deh :3
Akhirul kalam.

Semoga bermanfaat^_^

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[TASK] Proposal Usaha (Kewirausahaan)

Ini tugas bikin proposal waktu kelas sebelas hihi :3 Gak tau bener gak tau nggak soalnya dulu gak sempet direview sama gurunya -,- Disusun oleh: Asti Nurhayati Sri Isdianti Kelas XI-AP4 SMK Negeri 1 Garut 2012-2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Nama dan Alamat Perusahaan Toko Buku   “27 RADAR” Jl.   Radar   No. 27 Garut B. Nama dan Alamat Penanggung Jawab Usaha Ø     Penanggung jawab 1: Nama : Asti Nurhayati Nurjaman   TTL : Garut, 19 Agustus 1996   Ø      Penanggung jawab 2: Nama : Sri Isdianti TTL : Garut, 12 September 1996   C. Informasi Usaha          Usaha toko buku yang kami kelola ini berada di Jl.   Radar   No. 27, merupakan lokasi yang sangat strategis yang berada di pusat kota Garut ini, bisa dengan mudah dijangkau oleh kendaraan apapun. Juga terletak di antara banyaknya pusat perkantoran serta sekolah-sekolah sehingga menjadi suatu keuntungan tersendiri bagi kami karena berdekatan dengan banyak

[BOOK REVIEW] Sejarah Ekonomi Dalam Islam

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Judul: Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Penulis:DR. Euis Amalia, M.Ag Penerbit: Gramata Publishing Tebal Buku: xiv + 322 halaman ISBN: 978-602-96565-1-0 Harga: Rp. 69.000,- Sumber gambar: goodreads Ada kesenjangan epistemologi yang mengemuka lebar tatkala ingin menampilkan literatur sejarah pemikiran ekonomi. Nilai fairness dan transparansi seolah sulit untuk dibuka ketika dihadapkan pada siapa menemukan apa karena bermuara pada “otoritas klaim.” Fakta-fakta ironis menyebutkan bahwa seringkali hasil karya ilmuwan muslim kita diabaikan oleh sarjana barat, padahal mereka sendiri secara implisist mengakui banyak karyanya telah diilhami oleh  pemikir Islam atau karya mereka tidak pure lagi karena sebelumnya sudah diketemukan teori oleh sarjana muslim. Hanya bisa dihitung dengan jari penulis-penulis barat yang mengakui bahwa konsep-konsep atau teorinya berasal dari pemikir Islam. Secara simplistis saja,

[BOOK REVIEW] AYAH Tanpa Tapi

Surga juga ada di telapak kaki ayah – pada setiap langkah yang ia ambil untuk terus menyambung nafas dan menumbuhkanmu, ada surga. (Seribu Wajah Ayah – hlm. 16)             Ayah, salah satu bilah tervital dalam hidup yang dikatakan Rasulullah setelah penyebutan Ibu yang diulang sebanyak tiga kali.             Ibu, ibu, ibu, baru ayah .            Repetisi yang menomorempatkan ayah bukan berarti kita harus menomorsekiankan pula sosok itu dalam hidup. Tidak sama sekali.           Memang, kebanyakan figur ayah tidak sama dengan ibu. Jika ibu seakan tak pernah kehabisan agenda kata yang berlalu lalang di telinga kita, beda halnya dengan ayah yang bahkan seolah enggan untuk bersuara walau hanya sekecap. Pun, sering kali kita lebih nyaman bersandar di punggung ibu yang ekspresif dibanding harus bercengkrama dengan sosok ayah yang cenderung defensif.            Meski tidak menutup kemungkinan tidak semua ayah berkarakter begitu, tapi itu juga tak dapat dipungkiri, kan?