Langsung ke konten utama

[BOOK REVIEW] Mencintaimu Memang Menyakitkan

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Judul:
Chiffon Cake
Penulis:
Karina Ayu Pradita
Penerbit: Media Pressindo
Tebal Buku:
284 halaman
Cetakan Pertama:
2013
ISBN: 979-911-229-X
Harga: Rp. 35.000,-
Sumber gambar: Blog Penulis



Dicuekin itu sama sekali nggak enak.
Nggak dianggap ada itu benar-benar menyakitkan.
Apalagi kalau semua itu dilakukan oleh pacar kita...boro-boro mikirin jenjang yang lebih serius, melewati hari demi hari aja rasanya kayak di neraka!
Rasanya ingin deh lari ke hutan, gunung, atau ke pantai...

Berbeda dengan kariernya yang semakin melejit, hubungan asmara Ayesha dengan Rizky justru semakin memburuk. Di mata Rizky, selalu saja Ayesha yang salah. kesabaran dan beribu kata maaf pun sama sekali tidak membuahkan hasil, Rizky tetap cuek dan tak pernah mengerti Ayesha.

Mampukah Ayesha bertahan? Ataukah hati dara cantik itu akan berpaling pada Rey dan Kafka?

Rey, fotografer muda yang telah memendam perasaan kepada Ayesha...bahkan sejak mereka berdua masih duduk di bangku SMA.

Kafka, pengusaha sukses yang mencintai Ayesha pada pandangan pertama...saat gadis itu terbaring lemah karena sebuah kecelakaan mobil...



Mencintaimu memang menyakitkan,
namun hanya itu yang bisa kulakukan...
                                                                                                                             



Kadang Ayesha merasa, hanya ia sendirilah yang selalu mempertahankan hubungan agar tidak ada kata berpisah antara ia dan Rizky. Dan Ayesha sesungguhnya sadar bahwa memperjuangkan cinta sendirian itu lebih berat dari pada membuat pesanan kue untuk seribu orang sendirian.
            Ayesha, chef cantik yang setiap hari selalu dibuat galau oleh pacarnya yang super cuek, super menyebalkan, super apa lagi ya? Sudah dua tahun ia menjadi pacar pria karier itu. Semenjak karier Rizky semakin menanjak, semenjak itulah sikapnya berubah drastis pada Ayesha. Perubahan sikap yang kemudian merembet pada pertengkaran yang nyaris tanpa henti. Dan ya, Ayesha yang harus selalu mengalah serta menelan semua rasa sakit itu sendirian.
Hingga kemudian, di tengah rumitnya hubungan Ayesha dengan Rizky, satu per satu dari mereka mulai berdatangan.
Pertama, ada Kafka.
            Di blurbs dikatakan, bahwa Kafka jatuh cinta pada pandangan pertama pada Ayesha. Perasaan indah yang justru mekar saat Ayesha mengalami kecelakaan karena dirinya. Bukan Kafka jika akan melepaskan begitu saja orang yang memikat hatinya, karena setelah kejadian itu ia terus mencari tahu tentang Ayesha hingga kemudian mendekatinya, terus mendekatinya, dan mendekatinya. Namun sayang sekali, ada satu hal yang ia lupakan dan kemudian berakibat fatal bagi dirinya.
Kesalahan terbesarku adalah tidak mencari tahu terlebih dahulu tertambat kepada siapa hatimu sekarang, hingga kusadari setelah sedemikian jauhnya aku mengejar, dan kurasakan sedemikian terpukulnya jiwaku sekarang.

            Sementara di sisi lain, Ayesha diminta oleh bosnya untuk memandu seorang fotografer yang akan melakukan pemotretan di toko kuenya. Dan ternyata, fotografer itu adalah Rey, teman SMA Ayesha, –juga seperti disebutkan pada blurbs–, yang sudah menjatuhi Ayesha dengan perasaan indah itu semenjak SMA, hanya saja, –lain halnya dengan Kafka yang tak begitu saja melepaskan gadis yang disukainya, Rey justru sebaliknya, nyalinya terlalu menciut untuk mengungkapkan perasaan luar biasa itu. Selama bertahun-tahun ia hanya bisa menyimpan semuanya dalam hati. Mencintai diam-diam. Tanpa berani membukanya terang-terangan.
Aku mencintaimu dalam sunyi, namun tetap tak kuberanikan menjadikannya bunyi. Yang mampu kulakukan adalah menitipkan setiap perasaan ini pada Tuhan, kemudian kutinggal pergi. Agar suatu saat nanti Dia berbaik hati menyematkan satu rasa luar biasa itu di hatimu. Dan tak akan pernah kusesali sekalipun aku telah menjauhimu, meninggalkanmu, memunggungi rasa yang pernah aku biarkan tumbuh untukmu.

Perasaan Rey semakin berkecamuk saat tahu Kafka, sahabatnya, juga menyukai orang yang sama. Ya, Ayesha, cinta pertamanya. Nah lho, Rey sahabatnya Kafka? Mereka sama-sama suka Ayesha? Nanti kita bahas di bawah deh yaaa.
Terlepas dari fakta bahwa Kafka adalah sahabatnya –yang sialnya, mempunyai perasaan yang sama pada orang yang sama, padahal kan jika dipikir-pikir, pertemuan tak sengajanya dengan Ayesha di sesi pemotretan itu bisa saja merupakan kesempatan kedua dari Tuhan agar ia membuka semuanya. Tapi-tapi-tapi, Rey tidak seperti itu. Rey justru malah pergi menghindar dan menjauh dari Ayesha.
Aku benci setiap jiwa yang mampu menghindari setiap kenyataan-kenyataan yang telah Tuhan gariskan dengan saksama. Aku membenci setiap mereka yang justru lebih memilih lari dari setiap yang telah terjadi di depan mata. Aku membenci setiap pergolakan batin yang memilih pergi sementara banyak sesuatu sedang terjadi tanpa aba-aba.
Haruskah aku membenci diriku sendiri?



Ketika Tuhan mengucap bahwa kita harus bertemu, maka kita akan bertemu. Sekalipun dalam waktu dan keadaan yang teramat sendu. Karena aku percaya, setiap pertemuan itu ditakdirkan, bukan hanya sekadar kebetulan.
Cerita Ayesha dengan tiga lelaki yang sangat berbeda itu terus bergulir dan sampai di titik klimaks saat mereka berempat secara ‘kebetulan’ menghadiri pesta yang sama.
“Kamu anggap aku ini apa? Kita ini apa?”
“Aku jenuh.”
“Cukup, Riz. Kita sudahi ini.”
“Sha!”
“Bukan hari ini kita berakhir, tapi justru sejak kamu merasa jenuh kemudian menghilang dan ninggalin aku sendirian, sejak itu sebenarnya kita selesai!”
Di pesta itu Ayesha mendapati Rizky menggandeng perempuan lain yang selalu Rizky sebut sebagai rekan kerja. Di sana Ayesha benar-benar meminta penjelasan atas segalanya. Detik-detik ke depan setelah bagian ini berjalan terasa sangat-sangat-sangat dramatis T~T
Dimulai Rizky yang mengejar Ayesha yang kontan berlari setelah mendengar pernyataan jujur yang luar biasa menohok itu. Disusul oleh Kafka yang memaksa Ayesha agar bersedia untuk diantar pulang olehnya. Namun, bukan hanya tawaran itu yang Ayesha tolak, di bawah rintik hujan yang semakin menambah sendu suasana, Kafka sekaligus mendapat dua penolakan. Ya, penolakan atas cintanya yang bahkan sama sekali belum sempat diutarakan!
Tidak pernah ada yang membunuh pelan-pelan selain jawaban yang telah terucap sebelum pengakuan diutarakan. Tidak pernah ada yang lebih menyakitkan selain penantian itu sendiri habis di ujung masa. Apalagi sekarang?
            Dan masih ada lagi yang membuat bagian ini benar-benar drama! Tanpa mereka sadari, Rey mengamati setiap peran itu dari kejauhan, dalam diam, dalam senyap. Menikmati setiap adegan dalam pilu. Menyadari bahwa ada banyak kesakitan di sana. Menyadari bahwa saat itu, setiap orang dari mereka, semuanya sama-sama terluka.
Karena setiap hati, telah menemukan lukanya masing-masing

Memiliki, dimiliki, melepas, dilepaskan, terkadang terlalu naif ketika menyebutnya bagian dari takdir. Karena sesungguhnya itu semua tak lebih dari sekadar keadaan di mana kita mampu atau tidak mampu untuk memperjuangkan seutuhnya.
            Setelah itu, diceritakan kalau Ayesha meninggalkan semuanya. Meninggalkan tiga pria itu. Meninggalkan tempat kerjanya. Menjadi perempuan berhati baru.

            Bagian selanjutnya menceritakan satu per satu pria yang dalam bayanganku, tampan semuanya -_-
            Rizky yang menyesal karena telah mencampakkan Ayesha. Lha, kemana aja sih Bang? :V
Tidak ada yang lebih buruk selain meninggalkan satu jiwa yang berharga hanya karena rasa hampa sementara. Sedangkan rasa yang sejatinya adalah menginginkannya segenap raga.

“Kopi ini seperti cinta, Riz. Kopi ini, tidak akan pernah bisa nikmat ketika kamu biarkan begitu saja hingga mendingin, dan kamu lewatkan begitu saja ketika ia kehilangan kepul asap dan tidak panas lagi. Juga mungkin kopi ini hanya akan berakhir di tepat sampah nantinya. Perempuanmu juga seperti itu, Riz. Dia pasti telah terlalu lama kamu biarkan begitu saja hingga hatinya perlahan mendingin. Hingga setiap kesabarannya terkuras habis, dan yang hanya bisa ia lakukan adalah menghentikan semuanya, kemudian melepaskan.”

            Rey yang merutuki dirinya karena telah membuang kesempatan yang jelas-jelas terbentang di pelupuk mata.
Keterlambatan yang menyesakkan, yang seharusnya semua mampu terlepas di depan mata, tapi urung karena terlalu banyak pihak lainnya.

            Kafka yang seolah kehilangan separuh jiwanya setelah selama dua tahun pandangannya tak kunjung menangkap wajah sosok chef cantik itu.







Kafka dan Rey bersahabat.
Mereka berdua menyukai orang-orang yang sama.
Ayesha, Kafka, Rizky, Rey, menghadiri sebuah pesta yang sama.
Mereka berempat terlibat dalam satu adegan dramatis saat Ayesha mencoba pergi dari pesta itu.
Dan ada beberapa lagi kebetulan pada cerita dalam buku ini.
            Oke, meski semua kebetulan itu disertai lanjaran yang masuk akal dan detail yang kuat di bagian-bagian sebelumnya, tapi kalau terlalu banyak kebetulan kayaknya gimana ya? Ini memang fiksi, tapi kalau terlalu banyak yang terasa kebetulan, gimana ya?
            Ini termasuk ke dalam dosa dalam konflik, yaitu terlalu banyak kebetulan. Hanya saja untuk kasus dalam buku ini, lanjarannya berterima serta detailnya memang kuat, namun yang menjadi masalahnya adalah jumlah kebetulannya itu terlalu banyak. Ini menurut aku yaaa :3
            Kemudian, pada dialog juga banyak sekali ditemukan adegan tertawa yang ditulis, “Hahahaha”, “Hehehehe”. Padahal setahuku, banyak penulis senior yang tidak menganjurkan penggunaan onomatope tersebut, seperti misalnya Asma Nadia, Isa Alamsyah, Dewi Lestari. Tapi kayaknya ini disesuaikan juga sama kebutuhan cerita dan tergantung kebijakan editor deh. Soalnya di naskah pertamaku yang sekarang masih poses edit, aku menemukan ada onomatope semacam ini. Itu pun ditambahkan sama editornya. Mungkin onomatope ini boleh digunakan dalam artian tidak berlebihan dalam membumbui jalan cerita. *nggak konsisten banget sih berpendapatnya -_-
            Omong-omong soal ‘dosa-dosa’ yang aku sebut di atas, itu aku dasarkan pada buku 101 Dosa Penulis Pemula-nya Isa Alamsyah. Kalau mau tahu, reviewnya juga ada di dini. Kalian bisa cari di arsip. Baca. Dan semoga bermanfaat.
            Sementara untuk  pemaparan secara keseluruhan sebenarnya bagus–menurut aku. Hanya saja, setengah dari awal justru aku merasa bosan, bahkan sering kali aku skip bagian-bagian yang menurutku tidak penting. Seperti, penulis selalu menceritakan dengan sangat-sangat lengkap dalam narasi pada saat Ayesha sedang membuat kue. Itu di narasi, lengkap banget dari awal sampai akhir langkah-langkah membuat kue. Bahkan kalau niat, mungkin aku bisa membuat kue dengan mengikuti langkah-langkah yang disajikan dalam bentuk narasi pada novel ini. Iya, kalau udah ada di chapter si Ayesha yang lagi bikin kue, aku suka jadi tiba-tiba bingung, ini sebenarnya novel atau buku resep sih :v hihi :D tapi terlepas dari hal ini, menurutku penulisnya hebat lho, karena jika dilihat di backcover kita akan tahu kalau ternyata si penulis itu calon dokter hewan, sama sekali tidak ada background di bidang masak-memasak *applause*
            Ya, di awal memang aku tidak terlalu fokus karena itu tadi, banyak detail pada narasi yang tidak berpengaruh pada isi cerita. Tapi begitu cerita memasuki titik klimaks, si penulis semakin baik dalam hal permainan kata. Begitu juga dalam mengemas alur. Di pertengahan sampai akhir pula, kita akan menemukan banyak kata-kata puitis. Yang kalau kita denger itu dari someone special misalnya, yakin deh bakal bikin kita melting XD. Dengan puitisnya, kata demi kata itu beriringan dan menarikku untuk turut larut ke dalam cerita. 







Komentar

Postingan populer dari blog ini

[TASK] Proposal Usaha (Kewirausahaan)

Ini tugas bikin proposal waktu kelas sebelas hihi :3 Gak tau bener gak tau nggak soalnya dulu gak sempet direview sama gurunya -,- Disusun oleh: Asti Nurhayati Sri Isdianti Kelas XI-AP4 SMK Negeri 1 Garut 2012-2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Nama dan Alamat Perusahaan Toko Buku   “27 RADAR” Jl.   Radar   No. 27 Garut B. Nama dan Alamat Penanggung Jawab Usaha Ø     Penanggung jawab 1: Nama : Asti Nurhayati Nurjaman   TTL : Garut, 19 Agustus 1996   Ø      Penanggung jawab 2: Nama : Sri Isdianti TTL : Garut, 12 September 1996   C. Informasi Usaha          Usaha toko buku yang kami kelola ini berada di Jl.   Radar   No. 27, merupakan lokasi yang sangat strategis yang berada di pusat kota Garut ini, bisa dengan mudah dijangkau oleh kendaraan apapun. Juga terletak di antara banyaknya pusat perkantoran serta sekolah-sekolah sehingga menjadi suatu keuntungan tersendiri bagi kami karena berdekatan dengan banyak

[BOOK REVIEW] Sejarah Ekonomi Dalam Islam

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Judul: Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Penulis:DR. Euis Amalia, M.Ag Penerbit: Gramata Publishing Tebal Buku: xiv + 322 halaman ISBN: 978-602-96565-1-0 Harga: Rp. 69.000,- Sumber gambar: goodreads Ada kesenjangan epistemologi yang mengemuka lebar tatkala ingin menampilkan literatur sejarah pemikiran ekonomi. Nilai fairness dan transparansi seolah sulit untuk dibuka ketika dihadapkan pada siapa menemukan apa karena bermuara pada “otoritas klaim.” Fakta-fakta ironis menyebutkan bahwa seringkali hasil karya ilmuwan muslim kita diabaikan oleh sarjana barat, padahal mereka sendiri secara implisist mengakui banyak karyanya telah diilhami oleh  pemikir Islam atau karya mereka tidak pure lagi karena sebelumnya sudah diketemukan teori oleh sarjana muslim. Hanya bisa dihitung dengan jari penulis-penulis barat yang mengakui bahwa konsep-konsep atau teorinya berasal dari pemikir Islam. Secara simplistis saja,

[BOOK REVIEW] AYAH Tanpa Tapi

Surga juga ada di telapak kaki ayah – pada setiap langkah yang ia ambil untuk terus menyambung nafas dan menumbuhkanmu, ada surga. (Seribu Wajah Ayah – hlm. 16)             Ayah, salah satu bilah tervital dalam hidup yang dikatakan Rasulullah setelah penyebutan Ibu yang diulang sebanyak tiga kali.             Ibu, ibu, ibu, baru ayah .            Repetisi yang menomorempatkan ayah bukan berarti kita harus menomorsekiankan pula sosok itu dalam hidup. Tidak sama sekali.           Memang, kebanyakan figur ayah tidak sama dengan ibu. Jika ibu seakan tak pernah kehabisan agenda kata yang berlalu lalang di telinga kita, beda halnya dengan ayah yang bahkan seolah enggan untuk bersuara walau hanya sekecap. Pun, sering kali kita lebih nyaman bersandar di punggung ibu yang ekspresif dibanding harus bercengkrama dengan sosok ayah yang cenderung defensif.            Meski tidak menutup kemungkinan tidak semua ayah berkarakter begitu, tapi itu juga tak dapat dipungkiri, kan?