Langsung ke konten utama

[CREATE IT] Momen Menyesakkan Ketika Mencuci Baju dan Hikmahnya

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Semua orang pasti pernah mengalami kejadian yang membuat hati sesak. Saat tiba-tiba diputuskan karena bosan, misalnya? *plakk :v*
Wah-wah-wah, kalau sesak karena cinta kayaknya mainstream banget ya :v
Ganti topik deh. Jangan ngomongin soal cinta. Bosen. Basi juga :v Lagian, momen menyesakkan bisa dialami dari kejadian lain di luar itu. Ayolah, jangan terlalu mengkotakkan pikiran bahwa nyesek itu identik dengan percintaan -_- Dunia ini luas. Hanya saja Garut yang memang kerap kali terasa begitu sempit (?) Ini kenal sama ini. Dan ternyata ini kenal sama itu. Eh, ini dan itu juga kenal sama ini (?) *ngelanturkan-_-*
Banyak banget lho momen yang bisa membuat hati sesak. Salah satunya adalah saat tengah mencuci baju ._.
Ceritanya begini ....
Saat hendak mengeringkan baju yang sudah selesai dibilas atau dicuci, tentunya kita harus memindahkan baju dari tempat pembilasan atau dari ember, misalnya, ke area pengeringan.[1] Setelah semua pakaian berada di area pengeringan, langkah terakhir agar proses pengeringan dapat berjalan lancar adalah kita harus meletakkan semacam benda bulat(?) di atas tumpukan pakaian tadi. Benda bulat itu harus kita tekan-tekan di atas tumpukan pakaian (?) mungkin agar pakaian di dalamnya dapat merapat sempurna sehingga mesin cuci dapat memproses permintaan kita dengan baik XD(?)
Lalu, masalahnya di mana?
Masalahnya adalah seringkali aku langsung memasukkan begitu saja baju-baju ke area pengeringan, TANPA terlebih dahulu memastikan ada di mana itu sibendabulat(?). Yang selalu terjadi adalah aku langsung memasukkan satu demi satu baju ke sana, dan di babak final saat semua baju sudah tertumpuk, aku baru sadar kalau sibendabulat(?) ada di dalam pengeringan. Tertindih oleh semua baju yang sudah aku masukkan ._. Dan yang harus aku lakukan selanjutnya adalah mengeluarkan kembali baju-baju yang sudah cape-cape aku masukkan ke sana untuk mendapatkan sibendabulat(?) -_- Setelah aku mendapatkan sibendabulat tadi, yang harus dilakukan selanjutnya adalah kembali memasukkan baju-baju ke sana -_- Masya Allah, jadi ganda kan pekerjaannya -_- Nyesek, kan? T~T

Mudah-mudahan ilustrasi ini dapat dipahami para reader ._.V




          Itu sering banget terjadi, karena:
1.     Lupaaa -_-
2.    Nggak belajar banget dari pengalaman sih, kamu, Ti. Padahal kan kamu juga tahu kalau expreience is the best teacher -_-
3.    Namanya juga lupa, kaaan -_-

Lalu, kenapa kejadian tidak penting seperti ini aku post di blog?
Dan kenapa pula kalian yang sekarang sedang membaca tulisan gaje ini merasa harus membacanya? ._.

          Oke. Jika dilihat secara bulat, tanpa perenungan yang mendalam, kejadian itu memang sangat sepele. Apaan, sih? Hanya melupakan sibendabulat saat hendak mengeringkan baju, tinggal ambil aja, kan?
          Pernah terlintas nggak, sih, kalau kejadian-kejadian kecil nan sepele yang kita alami dalam keseharian sebenarnya, bisa jadi adalah petunjuk dari Allah?
          Terlebih dahulu aku ingin menegaskan, seperti yang dikatakan oleh banyak motivator, salah satunya adalah Adi W. Gunawan, bahwa pada hakikatnya segala sesuatu itu bersifat netral. Baik-buruknya suatu kejadian itu tergantung pada penilaian kita sendiri. Tergantung pada pola pikir yang sudah terbentuk dalam diri setiap individu. Kalau pola pikirnya lebih condong pada hal-hal yang berbau negatif, sering suuzon misalnya, setiap kejadian yang menimpa orang itu, apalagi yang terjadi di luar ekspektasinya, pasti akan langsung dia judge negatif sebagai sebuah kesialan. Akan tetapi sebaliknya, jika sudah terpatri mindset yang positif, bukan tidak mungkin pula orang itu akan memandang segala kejadian dengan baik pula. Termasuk kejadian yang tak diinginkan sekali pun.
          Lalu, kaitannya dengan momen menyesakkan ketika mencuci baju, apa?
Itu kejadian kecil dan sepele juga, kan? Karena lupa, aku harus mengulang gerakan yang sama, yang artinya pemborosan waktu juga, kan? Padahal misalnya, saat itu aku tengah buru-buru. Kesalahan fatalnya adalah hal itu terjadi berulang-kali -_- Termasuk sesuatu yang terjadi di luat ekspektasi juga, kan?
Jika dilihat menggunakan kacamata mindset negatif, aku akan memarahi kecerobohanku sendiri dan bisa saja bergumam “Sial banget sih. Nggak tahu orang lagi buru-buru, apa?”
Namun sebenarnya, akan banyak pelajaran yang didapat jika kejadian kecil seperti ini dilihat menggunakan pikiran yang positif dan penuh husnuzan.
Pertama, lupa dan kurang teliti. Dan mungkin lewat kejadian itu Allah ingin mengingatkanku agar bisa menjadi orang yang lebih teliti. Agar aku terbiasa lebih dahulu memastikan banyak hal sebelum melakukan sesuatu. Dikaitkan dengan kejadian ini, agar nantinya tidak ada waktu yang terbuang karena harus mengerjakan hal serupa yang disebabkan kesalahan kecil. Tapi masiiih aja hal itu terulang T~T
Kesalahan kecil adalah pelajaran yang kedua. Aku semakin sadar kalau kita tidak boleh menyepelekan segala sesuatu yang kecil. Karena tidak akan ada yang besar jika tidak ada partikel-partikel kecil yang berkoloni.[2]
Segala sesuatu yang kecil, apapun itu.
Bisa berupa dosa kecil yang tidak boleh dianggap remeh. Karena seperti yang banyak dikatakan, bahwa tidak akan dosa besar jika terus ditaubati. Sementara dosa kecil yang terus-menerus dilakukan tanpa pertaubatan, justru akan melambung menjadi besar.
Bisa juga berupa pekerjaan-pekerjaan kecil namun berarti dan dilakukan secara konsisten. Seperti menabung misalnya, sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Nantinya juga kita sendiri yang akan memetik hasil dari kumpulan yang kecil itu, kan?
Kemudian yang ketiga, belajar dari pengalaman. Lebih tepatnya dalam konteks ini adalah kesalahan. Jangan sampai kita jatuh ke dalam lubang yang sama. Jangan sampai kita terus mengulang kesalahan yang sama. Kayak keledai jadinya, kan?[3] Astaghfirullah. Jangan sampai pula mengatakan “Jangan mengulangi kesalahan yang sama, karena banyak kesalahan lain yang belum dicoba” -_-. Lha, situ mau nyari-nyari kesalahan? -_- Iyaaa, manusia memang makhluk yang tidak luput dari kesalahan. Tapi nggak ada salahnya juga kan kita berupaya untuk meminimalisir kesalahan itu? Sebuah keniscayaan juga, kan?
Sebelum memasuki poin yang keempat, terlebih dahulu kalian pasti sering mendengar cerita seorang wanita yang hari demi hari dengan sangat tekunnya menenun benang. Hingga saat hasil tenunannya itu telah terbentuk menjadi kain, ia malah kembali mengurainya menjadi benang.[4] Tenaga dan waktunya jadi sia-sia, kan?
Biasanya aku mendengar ini di ceramah-ceramah setelah bulan Ramadhan berakhir. Di mana para penceramah itu mengingatkan agar kita tidak seperti wanita penenun benang itu. Jangan sampai berakhirnya Ramadhan menjadi akhir pula untuk amalan-amalan yang terbiasa dilakukan sepanjang tiga puluh hari penuh berkah itu. Analoginya adalah kita menenun benang selama bulan Ramadhan, dan saat nyaris menjadi kain, di bulan Syawal kita malah kembali mengurainya.
          Jadi hubungannya dengan topik dari postingan ini?
Tidak pernah ada yang mau meninggalkan perbuatan baik yang secara konsisten dijaga, kemudian harus memulainya kembali dari awal untuk pembiasaan, terkecuali karena seringkali kita lengah dari energi negatif yang kerap kali menguasai diri. Aku yakin itu.
Kaitannya dengan kejadian kecil ini adalah tidak mungkin aku mau terus-menerus mengalami hal serupa. Memasukkan baju. Kemudian mengeluarkannya kembali. Lalu kembali melakukan hal serupa dengan sebelumnya. Terkecuali karena kerap kali aku tidak bisa mengendalikan diridari kebiasaan yang kurang baik, yaitu kurang teliti. Dan lupa.
Waktu dan tenaga sama-sama terkuras, kan?
Tolong. Aku tidak sedang mengatakan kuantitas dari waktu dan tenaga itu. Sebelumnya juga sudah ditekan, kan? Yang kecil sama sekali tidak bisa disepelekan.
Jadi, jangan sampai waktu dan tenaga yang telah dikerahkan menjadi sia-sia karena minimnya upaya pengendalian diri. Jangan sampai kita menjadi hamba yang amalannya di dunia sia-sia begitu saja. Naudzubillah tsumma naudzubillah.
Seperti yang selalu dikatakan para penceramah, jangan seperti wanita penenun benang yang mengurai kembali hasil tenunannya. Namun karena aku tidak pernah menenun benang, maka, jangan seperti seorang gadis yang karena melupakan sibendabulat di dalam mesin cuci maka harus membuang waktu dan tenaga dengan memasukkan-mengeluarkan-memasukkan(lagi) pakainnya ke dalam mesin cuci(?).
Kalau kata Sapardi Djoko Damono, sih, “Bagaimana mungkin seseorang memiliki keinginan untuk mengurai kembali benang yang tak terkirakan jumlahnya dalam selembar sapu tangan yang telah ditenunnya sendiri.”

Apalagi coba?
Jika perenungannya lebih mendalam, ibrah-nya pun akan semakin banyak. Karena aku yakin, segala seuatu terjadi karena sebuah alasan dan untuk sebuah alasan. Dan segala seauatu itu netral. Keputusan untuk menilai baik-buruknya manjadi giliran kita dan tergantung mindset yang sudah terpatri dalam diri.
Maaf beribu maaf.
Postingan ini tidak berniat untuk menggurui. Apalagi menjustufikasi diri bahwa aku adalah orang yang penuh dengan pikiran positif –ini terkait dengan penjelasanku di paragraf-paragraf awal dan paragraf sebelumnya. Sama sekali tidak. Tapi aku ingin dan harus menjadi positif. Bukankan itu sebuah keniscayaan?
Dan aku ingin kita semua sama-sama menjadi positif. Belajar memandang segala sesuatu tidak hanya dari sisi suuzon, tapi justru husnuzan yang harus dikedepankan. Belajar tidak lagi menyepelekan yang kecil-kecil. Belajar teliti. Belajar mengendalikan energi negatif dalam diri. Agar tidak ada lagi waktu dan tenaga terbuang tanpa kita sadari.


Akhirul kalam, terima kasih. Mohon maaf jika terdapat kesalahan. Baik dalam diksi, konten, cara pemaparan, dan lain-lain. Terlepas dari kekurangan yang menyertai, mudah-mudahan ada ibrah yang bisa diambil selepas membaca tulisan sederhana rada ngawur ini. Secara tekstual mungkin agar lebih hati-hati saat sedang mencuci. Jangan sampai mengalami hal serupa seperti yang aku alami -_- Secara kontekstual mungkin adalah keselurahan dari hasil perenungan ini. Hehehe



[1] Ini tergantung jenis mesin cuciya deh ya? Setahuku ada juga mesin cuci yang hanya memilik satu area (?)
[2] Duh bahasanya -_- Ini asumsiku lho, ya. Maaf kalau ngawur :v
[3] Aku pernah baca terkait perumpamaan ini, tapi lupa rincinya gimana x_x mohon koreksi jika salah ._.V
[4] Kurang lebih ceritanya seperti itu. Jika ada yang tahu tolong dilengkapi dan dikoreksi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[TASK] Proposal Usaha (Kewirausahaan)

Ini tugas bikin proposal waktu kelas sebelas hihi :3 Gak tau bener gak tau nggak soalnya dulu gak sempet direview sama gurunya -,- Disusun oleh: Asti Nurhayati Sri Isdianti Kelas XI-AP4 SMK Negeri 1 Garut 2012-2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Nama dan Alamat Perusahaan Toko Buku   “27 RADAR” Jl.   Radar   No. 27 Garut B. Nama dan Alamat Penanggung Jawab Usaha Ø     Penanggung jawab 1: Nama : Asti Nurhayati Nurjaman   TTL : Garut, 19 Agustus 1996   Ø      Penanggung jawab 2: Nama : Sri Isdianti TTL : Garut, 12 September 1996   C. Informasi Usaha          Usaha toko buku yang kami kelola ini berada di Jl.   Radar   No. 27, merupakan lokasi yang sangat strategis yang berada di pusat kota Garut ini, bisa dengan mudah dijangkau oleh kendaraan apapun. Juga terletak di antara banyaknya pusat perkantoran serta sekolah-sekolah sehingga menjadi suatu keuntungan tersendiri bagi kami karena berdekatan dengan banyak

[BOOK REVIEW] Sejarah Ekonomi Dalam Islam

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Judul: Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Penulis:DR. Euis Amalia, M.Ag Penerbit: Gramata Publishing Tebal Buku: xiv + 322 halaman ISBN: 978-602-96565-1-0 Harga: Rp. 69.000,- Sumber gambar: goodreads Ada kesenjangan epistemologi yang mengemuka lebar tatkala ingin menampilkan literatur sejarah pemikiran ekonomi. Nilai fairness dan transparansi seolah sulit untuk dibuka ketika dihadapkan pada siapa menemukan apa karena bermuara pada “otoritas klaim.” Fakta-fakta ironis menyebutkan bahwa seringkali hasil karya ilmuwan muslim kita diabaikan oleh sarjana barat, padahal mereka sendiri secara implisist mengakui banyak karyanya telah diilhami oleh  pemikir Islam atau karya mereka tidak pure lagi karena sebelumnya sudah diketemukan teori oleh sarjana muslim. Hanya bisa dihitung dengan jari penulis-penulis barat yang mengakui bahwa konsep-konsep atau teorinya berasal dari pemikir Islam. Secara simplistis saja,

[BOOK REVIEW] AYAH Tanpa Tapi

Surga juga ada di telapak kaki ayah – pada setiap langkah yang ia ambil untuk terus menyambung nafas dan menumbuhkanmu, ada surga. (Seribu Wajah Ayah – hlm. 16)             Ayah, salah satu bilah tervital dalam hidup yang dikatakan Rasulullah setelah penyebutan Ibu yang diulang sebanyak tiga kali.             Ibu, ibu, ibu, baru ayah .            Repetisi yang menomorempatkan ayah bukan berarti kita harus menomorsekiankan pula sosok itu dalam hidup. Tidak sama sekali.           Memang, kebanyakan figur ayah tidak sama dengan ibu. Jika ibu seakan tak pernah kehabisan agenda kata yang berlalu lalang di telinga kita, beda halnya dengan ayah yang bahkan seolah enggan untuk bersuara walau hanya sekecap. Pun, sering kali kita lebih nyaman bersandar di punggung ibu yang ekspresif dibanding harus bercengkrama dengan sosok ayah yang cenderung defensif.            Meski tidak menutup kemungkinan tidak semua ayah berkarakter begitu, tapi itu juga tak dapat dipungkiri, kan?