بِسْــــــــــــــــــمِ
اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Judul: Gue Takut Allah –Kamu Juga, kan?
Penulis: Dian Nafi
Penerbit: Diva Press
Tebal Buku: 200 halaman
Cetakan Pertama: Agustus 2014
Tebal Buku: 200 halaman
Cetakan Pertama: Agustus 2014
ISBN: 978-602-796895-0
Harga: Rp. 42.000,-
Sumber Gambar: goodreads
“Gue harus ngerjain PR, nih, gurunya killer. Gue takut!
“Gue takut ketinggian, makanya gue
nggak mau naik balon udara.”
“Apa?! Gue dipanggil kepsek? Waduh,
gue takut....”
Takut sama guru killer, takut
ketinggian, takut ngadep kepsek, dan banyak lagi ketakutan lainnya. Tapi, kamu
takut nggak sama Allah?
Buruh keberanian untuk takut sama
Allah. So, biar kamu punya keberanian untuk takut kepada-Nya, baca aja
buku ini. Kamu bakalan tahu apa yang harus ditakuti dan nggak, mana ketakutan
yang positif dan negatif.
Just grab it, Guys!
Jelas sekali, segmentasi
dari buku religi ini sangat tertuju kepada para remaja. Dari penampilan covernya
saja sudah kelihatan –menurutku, dimulai dari pemilihan warna yang cerah ditambah
penggunaan font yang santai. Pemaparannya pun sangat ringan dengan gaya
bahasa khas remaja dan seolah-olah si penulis memang sedang berbicara tatap
muka dengan pembaca. Dan yang dapat dijadikan nilai tambah lagi adalah isinya disertai
gambar-gambar ilustrasi. Jadi nggak bosen juga kan bacanya? Hehehe.
Lawan dari takut adalah berani. Dimana
kata berani itu seolah menjadi salah satu sikap dan sifat yang wajib dimiliki –menurut
para remaja. Kalau ada yang penakut, pasti mereka mengatainya dengan cemen.
Oke, memang benar, remaja memang harus mempunyai sikap berani –tapi,
berani dalam segi apa dulu?
Berani dalam membela kebenaran? Oke.
Berani berbuat baik? Wah, keren itu!
Berani melanggar aturan? Eh, lho?
Berani menjadi remaja yang larut dalam pergaulan bebas? Nah, lho?
Berani takut Allah? Ini harus ^^9
Kalau kasus beraninya sudah merembet pada hal-hal negatif, ituharus
diluruskan. Di atas dikatakan kalau berani memiliki lawan kata –takut. Pertanyaannya
sekarang, benarkah nggak ada yang ditakuti. Karena aku yakin, seberani apa pun
manusia, pasti dia memiliki rasa takut. Nggak percaya?
Kamu pasti menghindar kan kalau ada besi tajam yang bisa menghunjam? Ya,
kan?
Rasa takutlah yang
mendorong kita supaya berlindung dan menghindar dari bahaya. Rasa takut jugalah
yang mendorong kita supaya berusaha mendapatkan keselamatan di dunia dan
akhirat.
Allah memang
melengkapi kita dengan perasaan takut seperti juga perasaan benci dan cinta.
Ada beberapa jenis rasa takut. Ketakutan karena bahaya besi tajam tadi,
termasuk takut yang bersifat tabiat (khauf thabi’y). Takut ini nggak
berdosa selama nggak melalaikan perintah atau larangan Allah.
Dan yang menjadi pokok dari judul
buku ini adalah takut yang bersifat ibadah yang akan membuat kita menjadi pribadi
yang taat karena takut kepada Allah. Takut seperti ini akan menjadi dosa jika
ditujukan pada selain Allah, seperti melakukan ritual tertentu yang justru malah
mengantarkan pada kesyirikan.
Menurut Ibnu Qayyim
al-Jauziyah, takut kepada Allah hukumnya wajib. Sebab, takut kepada-Nya akan mengantarkan
kita untuk selalu beribadah dengan penuh ketundukan dan kekhusyukan.
Takut merupakan
kondisi psikis yang diliputi rasa khawatir, kegalauan, ketakutan, waswas, atau
kurang nyaman terhadap sesuatu, terutama hal-hal yang nggak disukai.
Itu jika ditinjau dari sisi psikologis. Namun takut pada Allah akan mendatangkan
sesuatu yang berbeda pada diri kita. Jika sebagian besar rasa takut membuat
kita menghindari atau bahkan menjauhi hal yang ditakuti itu –berbeda halnya
dengan takut pada Allah, takut ini justru akan membimbing kita untuk menjadi
orang yang senantiasa selalu mendekatkan diri pada Allah. Kekhawatiran,
kegalauan, dan perasaan tak nyaman lain justru akan menghilang berganti dengan
ketenangan dan ketenteraman jiwa jika takut pada Allah tertancap kuat dalam
hati.
Masalahnya sekarang, sudahkah kita
merasa takut? Jika belum, kenapa, dan bagaimana agar rasa itu dapat kita
hadirkan dalam hati? Apa dengan mengingat dosa-dosa yang pernah diperbuat, rasa
takut itu akan datang? Bisa! Tapi ...
Rasa takut kepada
Allah Swt. bersumber dari makrifat terhadap sifat-sifat-Nya. Inilah khauf
paling sempurna, karena orang yang mengenal Allah, pasti takut kepada-Nya.
Berarti, yang harus dilakukan adalah
makrifat kepada Allah. Terapinya yaitu dengan merenungkan kisah orang-orang
yang takut kepada Allah.
Nabi Daud tetap
sujud selama empat puluh hari tanpa mengangkat kepala, hingga air matanya dapat
menumbuhkan rumput.
“Aku suka andaikan
aku menjadi barang yang tidak berarti dan dilupakan,” ujar Aisyah.
Kita lebih berhak
merasa takut daripada mereka, karena kita tidaklah lebih baik daripada mereka. Bila
kita benar-benar merenungkan hal ini, niscaya rasa takut akan menguasai hati.
Di buku ini, ada juga kiat lain yang
bisa dilakukan untuk menumbuhkan rasa takut, seperti memperbanyak baca al-Quran
dengan memahami maknanya. Ingat ya, al-Quran, bukan komik atau novel (siapa ya
itu? -_-v). Kemudian, mengenali nama-nama dan sifat-sifat Allah. Dan menghadiri
majelis ilmu.
Syekh Junaid al-Baghdadi
berkata tentang kriteria ilmu yang berguna, “Yakni ilmu yang menunjukkan kamu
kepada Allah Swt. dan menjauhkanmu dari hawa nafsumu. Ilmu yang bermanfaat
ialah ilmu yang menunjukkan pemiliknya kepada sifat tawadhu, senantiasa
bermujahadah, menjaga hati, menjaga anggota tubuh dari maksiat, takut kepada
Allah, berpaling dari dunia, memberi nasihat kepada makhluk, baik terhadap
makhluk, suka duduk bersama golongan fuqara, memuliakan kekasih-kekasih Allah,
dan menghadapkan diri kepada apa yang mereka utamakan.
Tanda orang yang sudah menapatkan
rasa takut ini, dia akan senantiasa menjaga semuanya. Benar-benar semuanya. Waktu
yang dianugerahkan Allah padanya. Kesempurnaan anggota tubuh yang diamanatkan
padanya. Kesehatan yang disematkan pada dirinya. Dan nikmat lain yang takkan
pernah bisa kita hitung.
Begitulah kurang lebih ringkasan
singkat dari buku ini. Maaf, tidak ada maksud untuk menggurui dengan postingan
ini. Aku hanya selalu ingin membagi apa yang aku dapat dari bacaan dan berharap
bisa mendatangkan manfaat walau hanya sedikit. Bukankah sebaik-baik manusia
adalah yang bermanfaat untuk orang lain? Hehehe.
Dan ya, mereview semua ini mudah,
membacanya apalagi. Nggak akan bisa baca dan review kalau nggak beli
dulu sih (?). Namun yang terpenting dan sering kali sulit adalah mengamalkan.
Ya, kan? Yuk, kita sama-sama mengamalkan pemahaman agama yang sudah kita
ketahui sejauh ini. Dan, terus-menerus menimba serta menambah ilmu agama kita.
Agar senantiasa selalu istiqamah berada di jalan yang Allah ridhai dan istiqamah
pula pergi dari segala sesuatu yang Allah murkai.
Akhir kata, mudah-mudahan bermanfaat
^^ Dengan izin Allah.
Komentar
Posting Komentar