Langsung ke konten utama

[BOOK REVIEW] Kejahatan Yang Mengesankan!

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Judul:
The Pale House Misteri Penginapan Tua
Penulis:
Agatha Christie
Alih bahasa: Ny. Suwarni A.S
Desain Sampul: Satya Utama Jadi
Penerbit: Gramedia Pustaka Urama
Tebal Buku:
336 halaman
Cetakan
Kedua: 2008
Cetakan Ketiga: Februari 2012
ISBN: 978-979-22-8014-2
Harga: Rp. 20.000,-
Sumber gambar: gramedia.com



“Keji sekali. Begitu keji,” ucap wanita sekarat itu pada Pastor Gorman dengan mata yang memancarkan kesakitan. “Hentikan. Harus dihentikan. Harus.”
Pastor itu lalu berbicara dengan sikap tegas yang menenangkan, “Akan kulakukan apa yang perlu dilakukan. Kau bisa memercayaiku.” Pastor Gorman menyelipkan daftar yang berisi nama-nama yang disebutkan wanita itu ke sepatunya.
Daftar tanpa makna; daftar nama orang-orang yang sama sekali tidak punya persamaan.
Dalam perjalanan pulang, Pastor Gorman dibunuh, tapi polisi menemukan daftar itu.
Dan ketika Mark Easterbrook mulai meneliti kondisi orang-orang yang ada dalam daftar, dia mulai menemukan hubungan antara mereka, dan pola yang mengerikan:
SEMUA ORANG DI DAFTAR ITU SUDAH MATI-ATAU, MENURUT DUGAANNYA, SUDAH DITANDAI SEBAGAI SASARAN PEMBUNUHAN!




“Katakan padaku, Mark, menurutmu apakah mungkin membunuh seseorang melalui pengendara jarak jauh, remote control?

Seperti pada blurbs di atas, cerita dibuka oleh Pastor Gorman yang dibunuh setelah menemui seorang wanita sekarat bernama Mrs. Davis –seorang wanita yang bekerja di badan riset konsumen. Polisi menemukan secarik kertas yang diselipkan di sepatu Pastor Gorman. Kertas itu berisi daftar nama-nama yang misterius karena sama sekali tidak ada kaitan yang spesifik antara setiap orang yang namanya dicatut pada kertas itu. Lalu, apa maksud dari nama-nama itu? Dan, kebenaran apa yang turut terkubur bersama meninggalnya Pastor Gorman dan Mrs. Davis? Apakah pembunuhan? Atau pemerasan? Mungkinkah koneksi peredaran narkoba?
Dan faktanya, beberapa pemilik nama itu, ternyata belum lama meninggal dunia. Lebih menarik lagi, nama seorang dokter kepolisian yang menyelidiki kasus tersebut, bahkan menjadi salah satu nama yang ditulis Mrs. Davis di kertas itu! Corrigan? Jim Corrigankah, dokter dari kepolisian itu? Lantas, pembunuhan berencanakah? Namun, dugaan itu pun disangsikan karena mereka jelas meninggal secara wajar oleh penyakit yang diderita masing-masing.
Sementara, Detektif Lejeuni bertemu dengan seorang ahli kimia yang mengaku melihat seorang laki-laki yang membuntuti Pastor Gorman tak lama sebelum akhirnya pastor itu meninggal. Ahli kimia bernama Osborne itu mengaku bahwa dirinya memiliki kemampuan yang sangat kuat dalam mengenali wajah sampai detail-detail terkecil.
Setelah itu, cerita beralih pada Mark Easterbrook yang merasa muak saat menyaksikan pertengkaran dua gadis yang memperebutkan seorang pemuda –yang menurutnya sama sekali tak menarik. Salah satu dari gadis itu menjambak rambut gadis yang menjadi lawannya sampai rontok ke akar-akarnya.
Oke. Beberapa bab ke depan aku merasa bosan karena tak kunjung menemukan hubungan antara kasus pembunuhan Pastor Gorman dengan kehidupan Mark Easterbrook. Setiap lembar berisi percakapan-percakapan ringan antara Mark Easterbrook dengan beberapa temannya di sebuah bazar. Hingga kemudian, cerita menjadi terkait saat tak sengaja, Mark bertemu dengan Corrigan –si dokter kepolisian. Mereka berdua adalah teman semasa sekolah. Dan saat bertemu, Corrigan tengah menyelidiki salah satu nama pada kertas yang merupakan ibu baptisnya Mark.
Salah satu hal yang paling aneh dalam hidup, seperti yang sudah kita semua ketahui, adalah bila kita mendengar sesuatu disebutkan, dalam waktu dua puluh empat jam hampir selalu kita menjumpainya.
Mark sangat tertarik dengan kasus misterius itu. Entah kenapa, ia memiliki firasat kuat kalau kasus itu ada hubungannya dengan Pale Horse yang sempat disinggung oleh Poppy –temannya– di bazar beberapa hari lalu.  Ya, Pale Horse adalah sebuah penginapan tua yang dihuni oleh tiga perempuan dengan keanehan masing-masing yang menyeramkan. Kabarnya, tiga perempuan itu adalah penyihir, cenayang, dan serentetan sebutan aneh lain yang menerima jasa membunuh orang dengan ilmu-ilmu yang mereka miliki.
Ia menemui Poppy untuk memecahkan rasa penasarannya yang besar terhadap Pale Horse. Tetapi gadis itu malah ketakutan saat ditanyai perihal penginapan itu. Firasatnya semakin kuat saat kemudian –bersama teman-temannya yang lain–, Mark mendatangi Pale Horse. Di bangunan tua yang menyeramkan itu, ia merasakan banyak kejanggalan, terutama dari sikap tiga perempuan aneh yang tak biasa padanya.
          Pale Horse, Pastor Gorman, Mrs. Davis, kematian orang-orang yang namanya terdapat pada kertas, sihir, ilmu hitam, atau persetan lah sebutannya apa. Mark benar-benar memikirkan semuanya dan merasa harus melakukan sesuatu untuk mengungkap kejahatan terselubung itu.
“Apakah manusia bisa dimusnahkan oleh orang lain dari jarak jauh tanpa hubungan kasatmata?”
“Yang kau maksud itu dibunuh? Fakta fisik yang nyata? Aku akan mengatakan itu omong kosong. Tapi tentu saja aku mungkin salah. Ayahku pernah berkata kapal terbang itu omong kosong. Kakek buyutku mungkin pernah berkata kereta api itu omong kosong. Mereka dua-duanya benar. Pada saat itu kedua benda tersebut tampak tak mungkin. Tapi kini sudah bukan hal yang mustahil.”
          Kemudian ia meminta bantuan kepada teman dekatnya, Hermia, untuk mengungkap kasus tersebut. Namun, perempuan pintar itu malah menatapnya seperti anak kecil yang baru mendapat mainan baru. Mark juga mengatakan semua kemungkinannya pada Corrigan, tapi kawannya itu malah mengatainya konyol karena mempercayai hal-hal seperti itu.
          Siapa yang percaya? Mark tidak percaya. Seorang penulis kelas atas, berpendidikan tinggi, dan pria yang selalu mendasarkan segala sesuatu pada rasionalitas dan keilmiahan –Mark– tidak mungkin meyakini hal semacam itu. Ia hanya ingin membuktikan kejahatan macam apa yang tak terendus oleh polisi –yang bahkan tak pernah alfa untuk memberantas segala jenis kejahatan di negeri London itu.
          Hingga kemudian ia menemui Ginger Corrigan, seorang perempuan berambut merah, yang ternyata sangat tertarik untuk memecahkan kasus itu. Bersama Ginger, Mark melancarkan segala aksinya. Hingga akhirnya, nyawa Ginger berada di ujung tunduk.  Lebih gawat lagi, di masa kritisnya itu, Ginger mengalami tanda-tanda serupa yang sebelumnya menyerang mereka –nama-nama pada daftar yang sudah meninggal– menjelang akhir hayatnya. Ya, karena pada saat yang sama Mark mendapat laporan mengenai keadaan mereka sebelum meninggal dari salah satu temannya. Corrigan? Ginger Corrigankah yang dimaksud kertas itu?
          Kalau begitu, benarkah nama-nama pada kertas itu telah disihir oleh tiga perempuan menyeramkan di Pale Horse? Lalu, bagaimana dengan si ahli kimia –Osborne– yang bersikeras mempertahankan argumennya meski telah ada bukti akurat yang menunjukkan bahwa tuduhannya itu jelas-jelas salah?
          Pada awalnya, aku sama sekali tak mempercayai si Osborne ini. Aku bahkan punya sangkaan kalau si Osborne inilah pembunuh sebenarnya. Namun, bukan Agatha Christie kalau tak berhasil mengaduk pikiran pembacanya. Setelah satu per satu puzzle tersusun, aku bahkan menjadi berpihak pada si Osborne dan berbalik menuduh laki-laki yang dimaksud si Osborne. Namun, ternyata Agatha Christie berhasil juga membuat pembaca lengah. Di atas dikatakan kalau aku sempat bosan membaca bagian-bagian awal yang hanya menampilkan percakapan sederhana antara Mark dengan teman-temannya. Justru di situlah benang merahnya berkumpul. Justru bagian-bagian remeh itu adalah pecahan-pecahan fakta yang akan mengantarkan pada kebenarannya di akhir.
Tadi di atas aku menyinggung perusahaan riset konsumen dan rambut yang dijambak sampai ke akar-akarnya, kan? Itu adalah beberapa hal yang di awal aku anggap bukan bagian dari cerita, tapi ternyata, itu adalah bagian penting yang terangkai secara rapi meski dengan alur yang njelimet! Terkadang aku harus membacanya berulang-ulang
“Kematian?”
“Dengan racun yang tidak meninggalkan jejak?”
“Pikiran. Tidak perlu membunuh korban kita. Kita hanya perlu–menyuruhnya mati.”
“Sugesti? Tetapi itu kan hanya berhasil bila si korban memercayainya.”
“Untuk menghancurkan sasaranmu, kekuatan harus digunakan pada alam bawah sadarnya yang rahasia. Keinginan untuk mati yang ada dalam diri kita semua harus dirangsang, ditingkatkan. Penyakit benar-benar akan timbul sebagai akibat dari pencarian kematian dari dalam diri sendiri. Kau ingin sakit, kau ingin mati–maka–kau sakit dan mati.”
          Ini adalah kasus di mana para pelakunya beraksi dengan mekanisme yang sangat cantik. Mereka menggunakan rumor sihir, ilmu hitam, sugesti langsung ke alam bawah sadar, atau sejenisnya untuk menutupi kejahatan mereka yang sebenarnya. Dan buktinya ya, mereka sangat berhasil. Kerja sama yang apik itu bahkan hampir membuat Mark mempercayai sesuatu yang tak mungkin dipercayai oleh orang sepertinya, dan bahkan nyaris angkat topi disertai dengan decak kagumnya.
Akhir ceritanya membuatku speechless, tak percaya, sekaligus membenarkan namun masih dengan bingung yang mengawang di kepala. Lho kok? Lho kok? Eh iya ya. Eeehh ternyata. Eh bener! Yang dilakukan para penjahat itu sebenarnya sangat sepele, bahkan sangat mudah untuk dilakukan oleh siapa pun. Kenapa mereka melakukannya? Uang.
Kejahatan yang mengesankan!
“Kematian. Selalu ada perdagangan yang lebih besar dalam kematian.”










AstiNH~


Komentar

Postingan populer dari blog ini

[TASK] Proposal Usaha (Kewirausahaan)

Ini tugas bikin proposal waktu kelas sebelas hihi :3 Gak tau bener gak tau nggak soalnya dulu gak sempet direview sama gurunya -,- Disusun oleh: Asti Nurhayati Sri Isdianti Kelas XI-AP4 SMK Negeri 1 Garut 2012-2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Nama dan Alamat Perusahaan Toko Buku   “27 RADAR” Jl.   Radar   No. 27 Garut B. Nama dan Alamat Penanggung Jawab Usaha Ø     Penanggung jawab 1: Nama : Asti Nurhayati Nurjaman   TTL : Garut, 19 Agustus 1996   Ø      Penanggung jawab 2: Nama : Sri Isdianti TTL : Garut, 12 September 1996   C. Informasi Usaha          Usaha toko buku yang kami kelola ini berada di Jl.   Radar   No. 27, merupakan lokasi yang sangat strategis yang berada di pusat kota Garut ini, bisa dengan mudah dijangkau oleh kendaraan apapun. Juga terletak di antara banyaknya pusat perkantoran serta sekolah-sekolah sehingga menjadi suatu keuntungan tersendiri bagi kami karena berdekatan dengan banyak

[BOOK REVIEW] Sejarah Ekonomi Dalam Islam

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Judul: Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Penulis:DR. Euis Amalia, M.Ag Penerbit: Gramata Publishing Tebal Buku: xiv + 322 halaman ISBN: 978-602-96565-1-0 Harga: Rp. 69.000,- Sumber gambar: goodreads Ada kesenjangan epistemologi yang mengemuka lebar tatkala ingin menampilkan literatur sejarah pemikiran ekonomi. Nilai fairness dan transparansi seolah sulit untuk dibuka ketika dihadapkan pada siapa menemukan apa karena bermuara pada “otoritas klaim.” Fakta-fakta ironis menyebutkan bahwa seringkali hasil karya ilmuwan muslim kita diabaikan oleh sarjana barat, padahal mereka sendiri secara implisist mengakui banyak karyanya telah diilhami oleh  pemikir Islam atau karya mereka tidak pure lagi karena sebelumnya sudah diketemukan teori oleh sarjana muslim. Hanya bisa dihitung dengan jari penulis-penulis barat yang mengakui bahwa konsep-konsep atau teorinya berasal dari pemikir Islam. Secara simplistis saja,

[BOOK REVIEW] AYAH Tanpa Tapi

Surga juga ada di telapak kaki ayah – pada setiap langkah yang ia ambil untuk terus menyambung nafas dan menumbuhkanmu, ada surga. (Seribu Wajah Ayah – hlm. 16)             Ayah, salah satu bilah tervital dalam hidup yang dikatakan Rasulullah setelah penyebutan Ibu yang diulang sebanyak tiga kali.             Ibu, ibu, ibu, baru ayah .            Repetisi yang menomorempatkan ayah bukan berarti kita harus menomorsekiankan pula sosok itu dalam hidup. Tidak sama sekali.           Memang, kebanyakan figur ayah tidak sama dengan ibu. Jika ibu seakan tak pernah kehabisan agenda kata yang berlalu lalang di telinga kita, beda halnya dengan ayah yang bahkan seolah enggan untuk bersuara walau hanya sekecap. Pun, sering kali kita lebih nyaman bersandar di punggung ibu yang ekspresif dibanding harus bercengkrama dengan sosok ayah yang cenderung defensif.            Meski tidak menutup kemungkinan tidak semua ayah berkarakter begitu, tapi itu juga tak dapat dipungkiri, kan?