بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ
اارَّحِيم
Judul : The Girl on the Train
Penulis : Paula Hawkins
Penerjemah : Inggrid Nimpoeno
Penerbit : Noura Books
Tebal
Buku : 440 halaman
Cetakan Pertama : Agustus 2015
Cetakan Pertama : Agustus 2015
ISBN : 978-602-0989-97-6
Harga : Rp.79.000,-
Sumber Gambar : goodreads
Sumber Gambar : goodreads
Rachel menaiki kereta komuter yang sama setiap
pagi. Di pinggiran London, keretanya akan berhenti di sebuah sinyal
perlintasan, tepat di depan rumah nomor lima belas. Tempat sepasang suami istri
menjalani kehidupan yang tampak bahagia, bahkan nyaris sempurna. Pemandangan
ini mengingatkan Rachel pada kehidupannya sendiri yang sebelumnya sempurna.
Pada suatu pagi, Rachel menyaksikan sesuatu yang
mengejutkan. Hanya semenit sebelum kereta mulai bergerak, tapi itu pun sudah
cukup. Kini pandangannya terhadap pasangan itu pun berubah.
Waaah, akhirnya selesai juga baca novel ini
>,< Novel dengan alur yang super njelimet ._. Cerita di sini mengingatkanku
pada novel-novelnya si ‘Ratu Pembunuhan’ alias Agatha Christie. Dan meski The
Girl on the Train ini adalah novel thriller pertamanya si penulis, Paula
Hawkins, kehebatannya nyaris menyamai novel Agatha Christie ._.b
Novel ini diceritakan dengan sudut
pandang orang pertama, dari tiga tokoh yang berbeda, dan menariknya
semuanya adalah perempuan.
Tokoh
pertama, adalah Rachel. Seorang kesepian yang dengan perlahan namun pasti
kehidupannya dikacaukan oleh alkohol demi alkohol yang ditenggaknya. Kebiasaan
minumku telah membuatku kehilangan perkawinan dan pekerjaan, jelas membuatku
kehilangan kesehatan, dan aku khawatir itu akan membuatku kehilangan kewarasan
juga.
Rutinitas
Rachel menjadi cerita pembuka di sini. Berpura-pura pergi ke kantor setiap
pagi. Ia melakukannya karena tak ingin teman serumahnya sadar kalau ia tak
memiliki pekerjaan. Apalagi jika temannya itu tahu bahwa penyebab dipecatnya
Rachel adalah, tentu saja alkohol. Omong-omong, teman yang berbaik hati mau
menampung Rachel di rumahnya itu, namanya siapa ya? ._.a Aku lupa lagi iniii
x_x buku pinjeman soalnya ._.
Jalur
kereta yang ditumpanginya setiap hari, membentang di sepanjang pemukiman
penduduk. Di ruas jalan itu, Rachel selalu memandang takjub ke arah rumah nomor
lima belas. Yang ia sukai dari rumah itu, tepatnya adalah sepasang suami-istri
yang tampak begitu bahagia. Pasangan muda itu kemudian ia namai Jason dan Jess.
Karena seperti itulah ia, suka menamai, memberi karakter, bahkan membangun
cerita sendiri terhadap orang-orang yang dilihatnya.
Kasihan
banget sih sebenarnya si Rachel ini. Kesepian. Diselingkuhi. Diceraikan. Dipecat.
Susah move onnn juga -_- Desperate lah pokoknya :V Terkadang
aku mendapati diriku mencoba mengingat kali terakhir aku menerima kontak fisik
bermakna dari orang lain, sekadar pelukan atau remasan tangan tulus. Dan,
hatiku terasa nyeri.
Kemudian, Megan adalah tokoh kedua. Perempuan
ini diceritakan memiliki suami yang sangat-sangat-sangat mencintainya. Ia
adalah Scott. Nah, Scott dan Megan ini adalah nama asli dari pasangan muda yang
Rachel beri nama Jason dan Jess. Dan benar adanya yang dilihat Rachel dari
kejauhan tentang pasangan ini, Scott memang sangat mencintai Megan. Saking cintanya,
Scott memantau mobilitas Megan dengan sangat ketat :V over protective. “Perilaku
yang kau gambarkan –membaca semua email-mu, meneliti browser history-mu–
kau menjelaskan semuanya ini seakan itu perilaku yang lumrah, seakan itu
normal. Tidak, Megan. Melanggar privasi seseorang hingga taraf itu tidaklah
normal. Inilah yang sering kali dilihat sebagaisebentuk penganiayaan emosi.”
Menurutku,
Megan ini harusnya sudah berbahagia dengan adanya Scott. Cinta Scott padanya sudah
nggak diragukan lagi. Tinggal dia yang mencoba mencintai Scott aja, apa
susahnya (?). Eh malah nyari kesenangan di luar. Jadinya meninggal dunia alias
wafat alias tutup usia, kan -_-
Tokoh
ketiga juga tak kalah menyebalkan, yaitu Anna. Ia adalah selingkuhan
Tom yang kemudian dinikahi dan kini tinggal di rumah yang dulu ditempati Tom
bersama Rachel. Anna sangat mencintai Tom dan juga anaknya. (Aku juga lupa nama
anaknya siapa -_-) Nah si Anna ini takut banget dan selalu merasa terancam oleh
Rachel yang masih sering menghubungi Tom.
Nah,
yang jadi masalah utama di sini adalah menghilangnya Megan. Yang setelah
beberapa pekan kemudian ditemukan di sebuah hutan dalam kondisi tak bernyawa. Dan
gilanya, Scott, menjadi salah satu orang yang tertuduh atas kematian Megan. Sudah
pasti pula Scott akan menyangkal tudingan itu mentah-mentah, karena mana
mungkin ia membunuh istri yang luar biasa sangat dicintainya.
Di sisi lain, hilangnya Megan bertepatan
dengan hari di mana Rachel mengamuk di rumah Tom dan Anna –yang kebetulan bertetangga
dengan Megan dan Scott. Karena itulah, Rachel merasa bahwa dirinya tahu
sesuatu, dan fakta itu bisa menguak kebenaran yang masih terombang-ambing tidak
jelas. Hanya saja, Rachel kehilangan sebagian besar ingatannya akan kejadian
yang terjadi malam itu. Malam itu ia mabuk berat. Ia bahkan baru sadar keesokan
harinya di rumah dengan beberapa luka di tubuhnya. Luka yang ia yakini ada
kaitannya dengan hilangnya Megan.
Berbekal ingatan yang tak jelas
juntrungannya, Rachel mendatangi kantor polisi untuk memberi kesaksian. Sayangnya,
polisi meragukan setiap perkataan Rachel. Tentu saja karena ia seorang alkoholik
berat. Siapa yang akan mempercayai seorang peminum yang bahkan sering kali
hidup dalam keadaan setengah sadar? Ingatan-ingatan yang “dipulihkan” tidak
selalu bisa dipercayai.
Bukan hanya mendatangi polisi, Rachel
juga menghubungi Scott. Mengaku sebagai teman Megan yang mengetahui sesuati di
balik kematian Megan.
Jalan
cerita semakin berliku, apalagi begitu Tom tahu bahwa Rachel kerap kali
mendatangi Scott. Tom tampak tak suka. Ia bahkan melarang mantan istrinya itu
untuk menemui Scott lagi.
Cerita
terus bergulir dengan dugaan baru yang dilemparkan kepada Kemal (Kemal atau
Kamal ya?). Kemal yang merupakan dokter terapisnya Megan. Bukan hanya itu, tuduhan
juga sempat berganti begitu beredar kabar bahwa ada seorang lelaki di masa
lalunya Megan.
Lalu, siapa sebenarnya pembunuh
Megan?
Waaah.
Luar biasa >,< Sebenarnya di sekitar 100 halaman pertama aku belum bisa
mengikuti alur cerita. Baca pun sempat dipause selama beberapa minggu. Tapi,
cerita mulai sangat menarik begitu sedikit demi sedikit Rachel mulai mengingat
kejadian malam itu. Satu demi satu fakta mulai terkuak. Berkali-kali Paula
Hawkins berhasil mempermainkan keberpihakanku pada setiap tokoh oleh
fakta-fakta itu. Misalnya, di satu bagian aku berpihak pada Scott dan meyakini
kalau pembunuh Megan adalah Kemal. Tapi dengan mudahnya, di bagian lain aku
berpihak pada Kemal dan sebal kepada Scott. Benar-benar mengaduk emosi.
Dengan
terampilnya Paula mengangkat satu masalah di sini, sebagai titik yang
mengalihkanku dari fakta yang sebenarnya. Dari pembunuh Megan yang sebenarnya.
Kalau saja nggak ada masalah itu, pembunuh Megan mungkin akan lebih mudah
tertebak ._.
Detik
detik menuju akhir kisah, satu per satu bukti pembunuhan Megan keluar dengan
rapi. Ending-nya di luar dugaan. Semua bukti itu tertuju ke arah orang
yang sama. Satu nama yang membuatku speechless dan otomatis kembali
membuka halaman-halaman awal untuk mencari benang merah -_-
Membaca
buku ini, kita pasti tak akan berhenti membalik halaman-halaman sebelumnya. Mencocokkan
logika kita dengan kompleksnya jalan cerita.
Bukan
hanya itu, ada satu poin yang harus menjadi titik perhatian dari novel ini.
WAKTU.
Penceritaan terhadap tiga tokoh tadi, berada pada
dimensi waktu yang berbeda-beda. Maju mundur. Jika Rachel dan Anna berada di
masa kini. Megan dapat disebut berada di waktu yang lebih lambat dibanding
cerita Rachel dan Anna. Ini adalah salah satu hambatan yang membuatku sulit
mencerna dan menemukan korelasi antartokoh. Aku sampai-sampai sengaja menuliskan
kronologis waktu dan kejadiannya di selembar kertas polio -_-
Yang
membuatku muak sama novel ini adalah nyaris semua tokoh mengalami kegagalan dalam
rumah tungga. Katakanlah, di sini ada tiga biduk rumah tangga yang menjadi focal
point. Pertama, rumah tangga Tom dan Rachel yang kandas karena
perselingkuhan Tom dengan Anna. Kedua, pernikahan Tom bersama Anna yang
mungkin dapat dikatakan lebih baik dari pada sebelumnya. Meski sebenarnya tak
jauh bobroknya :V Dan ketiga, pasangan Scott dan Megan yang tampak
sempurna di mata Rachel namun ternyata tak seperti yang terlihat secara lahir.
Dan
yang membuatku lebih muak adalah, gagalnya rumah tangga mereka didominasi
karena masalah perselingkuhan. Ini selingkuh sama ini. Ini selingkuh
sama itu. Ini tidur sama ini. Ini tidur sama itu. Aku tidak pernah mengerti
betapa orang bisa dengan entengnya mengabaikan kerusakan yang mereka timbulkan
gara-gara mengikuti kata hati mereka. Siapa bilang mengikuti kata hatimu adalah
sesuatu yang baik? Itu egoisme murni, keegoisan tertinggi.
Sama sekali nggak ada tokoh yang memiliki
reputasi baik di sini -_- Apakah ada yang lebih baik antara pecandu alkohol, pembohong,
atau bahkan suami yang terlampau membonding istrinya? Satu pun nggak
ada, kan -_-
Namun di sini juga mengangkat masalah
yang cukup sensitif terutama di kalangan perempuan. Kehadiran anak.
Kehadiran sosok mungil ternyata
memang menjadi dambaan setiap perempuan. Diceritakan bahwa Rachel mulai
menenggak alkohol karena dirinya tak kunjung dikarunai buah hati, sementara orang
di sekelilingnya seolah tanpa henti menyudutkannya (Masalahnya sama dengan
novel Test Pack, ini). Lalu, ketidakhadiran anak menjadi topik yang disambut
pada saat percakapan makan siang di hari Minggu, bukan hanya di antara Tom dan
aku, tapi secara lebih umum. Pada saat itu aku membenci fakta bahwa masalah ini
selalu dipandang sebagai kesalahanku, bahwa akulah yang mengecewakan pasanganku.
Juga, terlihat jelas bagaiman Anna sangat menyayangi anaknya dengan Tom.
Bahkan salah satu penyebab Megan meninggal pun adalah untuk menyelamatkan janin
yang tengah dikandungnya. Karena kala kabur, Megan sedang mengandung buah hati.
Apa lagi ya?
Oh, ya, ngingetin aja sih. Kalau
kalian memilih jalan pintas untuk sampai di akhir cerita dengan menggunakan
pola membaca awal-tengah-akhir, yakin deh, cara itu sama sekali nggak berlaku
untuk novel ini. I’ve tried and that didn’t work at all-..-
And, last but not least, lisensi film untuk novel ini udah dipegang oleh
Dreamworks, lho. Corious? Just
wait. Nggak tahu juga kapan keluarnya :p
Dan
coba kalian baca kutipan di bawah wahai reader (?). Terutama yang distabilo
merah. Dari semua bagian-bagian penting yang aku catat untuk bahan review, petikan
paragraf di bawah ini yang paling aku suka.
Ngena banget. Jleb amat (?)
Memang normal untuk mengira kau melihat orang-orang
yang pernah menjadi bagian besar dari hidupmu, setelah kau berpisah dengan mereka.
Pada masa-masa awal dulu, aku terbiasa melihat kedua kakak laki-lakiku sekilas
sepanjang waktu. Sedangkan mengenai dia “terasa mati”,
itu mungkin hanya konsekuensi dari ketidakhadirannya dalam hidupmu untuk waktu
yang begitu lama. Dalam beberapa hal, dia tidak lagi terasa nyata bagimu. (Megan)
Akhir kata, terima kasih atas
kunjungannya^^
Komentar
Posting Komentar