Langsung ke konten utama

[TASK] Tradisi dan Praktek Ekonomi Masa Daulah Umawiyah (41-132H / 661-750M)

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم




Pada masa daulah ini, pusat penyelenggaraan administrasi pemerintahan berada di Damaskus, sedangkan pusat aktivitas keadamaan berada di Madinah. Selama pemerintahan dinasti ini, terjadi pergeseran nilai-nilai kepemimpinan islami yang sangat mengedapankan asas-asas musyawarah dan kebersamaan menjadi kepemimpinan otoriter.
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, terdapat dua macam Baitul Mal, yaitu umum dan khusus. Pendapatan Baitul Mal Umum diperuntukkan bagi seluruh masyarakat umum, sedangkan pendapatan Baitul Mal Khusus diperuntukkan bagi para sultan dan keluarganya. Namun dalam prakteknya, tidak jarang ditemukan berbagai penyimpangan penyaluran harta Baitul Mal tersebut. Dengan demikian, telah terjadi disfungsi penggunaan dana Baitul Mal pada masa pemerintahan Daulah Umayyah.
A.     Khalifah Muawiyah ibn Abi Sofyan
Pada masa pemerintahannya, Khalifah Muawiyah ibn Abi Sofyan mendirikan dinas pos beserta fasilitasnya, menertibkan angkatan perang, mencetak mata uang, dan mengembangkan jabatan hakim sebagai jabatan profesional. Ia juhe menerapkan kebijakan pemberian gaji tetap pada tentara.
B.     Khalifah Abdul Malik ibn Marwan
Pemikiran yang serius terhadap penerbitan dan pengaturan uang dalam masyarakat Islam muncul di masa pemerintahan ini. Abdul Malik ibn Marwan mencetak mata uang Islam tersendiri dengan mencantumkan kalimat Bismillahirrahmanirrahim pada tahun 74 H (659M) dan menyebarkannya ke seluruh wilayah Islam seraya melarang pemakaian mata uang lain. Ia juga membenahi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan.
C.     Khalifah Umar ibn Abdul Aziz
Selama masa pemerintahannya, Umar ibn Abdul Aziz menerapkan kembali ajaran Isam secara utuh menyeluruh dengan membenahi seluruh sektor kehidupan tanpa pandang bulu. Dimulai dari dirinua sendiri dnegan menyerahkan kembali seluruh harta kekayaan diri dan keluarganya yang tidak wajar kepada kaum muslimin melalui Baitul Mal.
Ia memprioritaskan pembangunan dalam negeri karena menurutnya hal tersebut lebih baik daripada menambah perluasan wilayah. Salah satu caranya adalah dengan menjaga hubungan baik dengan pihak oposisi dan memberikan hak kebebasan beribadah kepada non-muslim.
Ia mengurangi beban pajak kepada kaum Nasrani, menghapus pajak terhadap kaum muslimin membuat aturan takaran dan timbangan, membasmi cukai dan kerja paksa, dan berbagai macam kebijakan lain untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan.
Lebih jauh, ia menerapkan kebijakan otonomi daerah untuk mengelola zakat dan pajak sendiri dan tidak mengharuskan menyerahkan pajak upeti kepada pemerintah pusat. Bahkan pemerintah pusat yang akan memberi subsidi kepada wilayah yang minim pendapatannya. Jika terdapat surplus, Khalifah Umar ibn Abdul Aziz menyarankan agar wilayah tersebut memberi bantuan kepada wilayah yang minim pendapatannya.
Jika terdapat kelebihan harta setelah digunakan untuk memenuhi kebutuhan kaum muslimin, pendapatan Baitul Mal didistribusikan kepada orang dzimmi, beserta pinjaman tanah-tanah pertanian sebagai lahan pekerjaan mereka.

Pada masa ini, sumber pemasukan negara berasal dari zakat, hasil tanpasan perang, pajak penghasilan pertanian, dan hasil pemberian lapangan kerja produktif kepada masyarakat luas.





Judul: Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Penulis:DR. Euis Amalia, M.Ag

Penerbit: Gramata Publishing
Tebal Buku: xiv + 322 halaman

Cetakan Pertama: 2010
ISBN: 978-602-96565-1-0


Harga: Rp. 69.000,-
Sumber gambar: goodreads

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[TASK] Proposal Usaha (Kewirausahaan)

Ini tugas bikin proposal waktu kelas sebelas hihi :3 Gak tau bener gak tau nggak soalnya dulu gak sempet direview sama gurunya -,- Disusun oleh: Asti Nurhayati Sri Isdianti Kelas XI-AP4 SMK Negeri 1 Garut 2012-2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Nama dan Alamat Perusahaan Toko Buku   “27 RADAR” Jl.   Radar   No. 27 Garut B. Nama dan Alamat Penanggung Jawab Usaha Ø     Penanggung jawab 1: Nama : Asti Nurhayati Nurjaman   TTL : Garut, 19 Agustus 1996   Ø      Penanggung jawab 2: Nama : Sri Isdianti TTL : Garut, 12 September 1996   C. Informasi Usaha          Usaha toko buku yang kami kelola ini berada di Jl.   Radar   No. 27, merupakan lokasi yang sangat strategis yang berada di pusat kota Garut ini, bisa dengan mudah dijangkau oleh kendaraan apapun. Juga terletak di antara banyaknya pusat perkantoran serta sekolah-sekolah sehingga menjadi suatu keuntungan tersendiri bagi kami karena berdekatan dengan banyak

[BOOK REVIEW] Sejarah Ekonomi Dalam Islam

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Judul: Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Penulis:DR. Euis Amalia, M.Ag Penerbit: Gramata Publishing Tebal Buku: xiv + 322 halaman ISBN: 978-602-96565-1-0 Harga: Rp. 69.000,- Sumber gambar: goodreads Ada kesenjangan epistemologi yang mengemuka lebar tatkala ingin menampilkan literatur sejarah pemikiran ekonomi. Nilai fairness dan transparansi seolah sulit untuk dibuka ketika dihadapkan pada siapa menemukan apa karena bermuara pada “otoritas klaim.” Fakta-fakta ironis menyebutkan bahwa seringkali hasil karya ilmuwan muslim kita diabaikan oleh sarjana barat, padahal mereka sendiri secara implisist mengakui banyak karyanya telah diilhami oleh  pemikir Islam atau karya mereka tidak pure lagi karena sebelumnya sudah diketemukan teori oleh sarjana muslim. Hanya bisa dihitung dengan jari penulis-penulis barat yang mengakui bahwa konsep-konsep atau teorinya berasal dari pemikir Islam. Secara simplistis saja,

[BOOK REVIEW] AYAH Tanpa Tapi

Surga juga ada di telapak kaki ayah – pada setiap langkah yang ia ambil untuk terus menyambung nafas dan menumbuhkanmu, ada surga. (Seribu Wajah Ayah – hlm. 16)             Ayah, salah satu bilah tervital dalam hidup yang dikatakan Rasulullah setelah penyebutan Ibu yang diulang sebanyak tiga kali.             Ibu, ibu, ibu, baru ayah .            Repetisi yang menomorempatkan ayah bukan berarti kita harus menomorsekiankan pula sosok itu dalam hidup. Tidak sama sekali.           Memang, kebanyakan figur ayah tidak sama dengan ibu. Jika ibu seakan tak pernah kehabisan agenda kata yang berlalu lalang di telinga kita, beda halnya dengan ayah yang bahkan seolah enggan untuk bersuara walau hanya sekecap. Pun, sering kali kita lebih nyaman bersandar di punggung ibu yang ekspresif dibanding harus bercengkrama dengan sosok ayah yang cenderung defensif.            Meski tidak menutup kemungkinan tidak semua ayah berkarakter begitu, tapi itu juga tak dapat dipungkiri, kan?