Langsung ke konten utama

[BOOK REVIEW] Sedikit Pahit, Namun Mencerahkan

source from google




Judul                            : Tuhan dalam Secangkir Kopi
Penulis                         : Denny Siregar
Penerbit                       : Noura Books
Tebal Buku                  : 199 halaman

Cetakan Pertama         : Mei, 2016

ISBN                           : 978-602-385-112-6
Harga                           : Rp. .39.000,-

Sumber Gambar          :



Dalam buku ini, Bang Denny –begitu dia biasa dipanggil– dengan ditemani secangkir kopi yang menjadi ciri khas setiap tulisannya, mengajak kita merenung tentang Tuhan dan agama.Dia memaparkannya dengan gaya yang nakal dan berbeda namun tetap ringan dan mudah dipahami, membuat pembacanya manggut-manggut bahkan tersenyum sendiri.






Di buku ini, kita akan dibawa pada perenungan yang mendalam tentang Tuhan, agama, dan manusia. Masalah yang diangkat juga membumi. Sangat dekat dengan keseharian karena semua tulisan ini memang buah pikir atas apa yang dilalui penulis sehari-hari. Tulisan yang dihasilkan dari pemikiran mendalamnya terhadap suatu masalah yang dihadapi, hasil diskusi penulis dengan sang teman, dan lain-lain.

Seru. Membuat pembaca tergelak. Membenarkan, baik itu mengiyakan atau mentidakkan. Menyesali atau mensyukuri. Terdiam untuk merenungi. Dan mudah-mudahan pada akhirnya adalah tercerahkan.

Membaca buku ini, ibarat meminum kopi. Sedikit pahit namun mencerahkan. Kenapa?

Pahit terasa tatkala menyadari bahwa kita bisa jadi merupakan bagian dari segelintir manusia yang perlu diluruskan. Namun di saat yang sama, tepukan yang menguarkan rasa pahit itu sekaligus menjadi pengingat bagi kita untuk memperbaiki semuanya. Seperti kataku sebelumnya, kita tercerahkan, mudah-mudahan.

Kebanyakan, tulisan di sini mengupas pikir manusia yang, memang, sering kali, tak mungkin bisa menjangkau apa yang diketahui Tuhan. Kekhawatiran, ketakutan, kerisauan akan banyak kemungkinan yang menimpa di masa depan secara tidak langsung melunturkan keyakinan manusia akan ketetapan-Nya.

Kita menganggap kesulitan itu adalah terhimpitnya jasmani, sedangkan Tuhan mungkin menciptakan kesulitan itu sebagai makanan ruhani. Begitu juga sebaliknya, kita menganggap kenyamanan itu adalah kelapangan jasmani, sedangkan mungkin Tuhan menciptakan kenyamanan sebagai ujian ruhani. (Hlm. 172)

Kita mengeluh, karena selalu salah memahami maksud Allah. Allah tidak pernah mengeluh, meskipun kita selalu saja berpikiran buruk tentang nikmat-Nya. (Hlm. 189)

Satu kesimpulan yang aku tarik dari keseluruhan, adalah bahwa sangat harus untuk mengubah perspektif. Lebih luas, jauh, dan juga positif. Benahi juga cara kita berdoa, berusaha, serta menancapkan keyakinan akan ketetapan akhir dari-Nya yang akan selalu menjadi putusan terbaik untuk kita. Terlepas dari sejalan atau tidak, pasti selalu ada hikmah, selama, kembali lagi ke awal, kita memasang perpektif yang luas, jauh, dan positif.

“Kenapa kita selalu diburu-buru waktu terhadap hasil? Sudah jelas hasil adalah hak Tuhan. Dan terserah Tuhan kapan waktunya, itu pasti yang terbaik.” (Hlm. 139)
Semua sajian itu, akan kita nikmati dalam buku ini. Bersama secangkir kopi tentunya. Sejenis minuman yang kemudian menjadi ciri khas tulisan Denny Siregar. Selain karena ia pecinta kopi –tentu saja–, juga karena ia yang selalu menunjukkan ke-coffe addict-annya dengan menyisipkan ‘kopi’ dalam setiap tulisannya. Baik kopi dalam artian sebenarnya ataupun kopi sebagai penganalogian.
 Aku menghirup kopiku dan menyalakan sebatang rokok terakhir. Perjalananku masih jauh, dan aku masih akan bertemu beberapa orang lagi yang akan menasihatiku supaya berhenti bermimpi. (Hlm. 111)
Kita ini ibarat cangkir. Tuhan ingin menuangkan kopi panas untuk kita. Tapi, Tuhan tahu, letak cangkir kita masih miring, sehingga ketika Tuhan menuangkan kopi panasanya, pasti kopi itu akan tumpah.Tuhan ingin jiwa kita stabil dan tenang dahulu. (Hlm. 130)

Buku pertamanya Denny Siregar ini merupakan rangkuman bejibunnya status atau artikel yang pernah ia tulis dan share di sosial media. Tersusun atas sekitar 68 judul tulisan. Aku suka sekali dengan gaya penyampaiannya yang kaya akan unsur metafora. Diksinya benar-benar bermain. Memang, sesekali kening dibuat berkerut kata-katanya. Mencerna. Namun tak memerlukan usaha yang superrr ekstra, kok, untuk bisa memahami maksud tulisannya, mengiyakan, dan mudah-mudahan pada akhirnya adalah tercerahkan.

Selain khas dengan kopinya, yang aku lihat di sini, sepertinya Denny Siregar ini ‘Ali bin Abi Thalib minded’ sekali. Nyaris seluruh kutipan yang ia sajikan di sini adalah dari Ali bin Abi Thalib.


Dua kalimat untuk buku ini: Kopi banget! Aku suka.







Air panas menguar dari keran. Melarutkan bubuk kopi yang telah tertuang di cangkir berwarna cokelat. Sendok kecil menari di sana. Mendentingkan bunyi yang khas. Menggerus air dan berputar bersama asap yang ditiupkan cairan yang kini berubah pekat. 
Ia menyesap kopi. Perlahan seperti biasa. Tanpa gesa. Sesekali cangkir cokelat itu ditangkupnya. Hangat menjalar bersamaan dengan tenang yang dialirkan partikel kopi yang telah melarut. Ia masih diam. Memahami setiap jengkal rasa dalam-dalam. Sedikit pahit memang, tapi sesungguhnya menyegarkan. Mematangkan pikiran juga perasaan.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

[TASK] Proposal Usaha (Kewirausahaan)

Ini tugas bikin proposal waktu kelas sebelas hihi :3 Gak tau bener gak tau nggak soalnya dulu gak sempet direview sama gurunya -,- Disusun oleh: Asti Nurhayati Sri Isdianti Kelas XI-AP4 SMK Negeri 1 Garut 2012-2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Nama dan Alamat Perusahaan Toko Buku   “27 RADAR” Jl.   Radar   No. 27 Garut B. Nama dan Alamat Penanggung Jawab Usaha Ø     Penanggung jawab 1: Nama : Asti Nurhayati Nurjaman   TTL : Garut, 19 Agustus 1996   Ø      Penanggung jawab 2: Nama : Sri Isdianti TTL : Garut, 12 September 1996   C. Informasi Usaha          Usaha toko buku yang kami kelola ini berada di Jl.   Radar   No. 27, merupakan lokasi yang sangat strategis yang berada di pusat kota Garut ini, bisa dengan mudah dijangkau oleh kendaraan apapun. Juga terletak di antara banyaknya pusat perkantoran serta sekolah-sekolah sehingga menjadi suatu keuntungan tersendiri bagi kami karena berdekatan dengan banyak

[BOOK REVIEW] Sejarah Ekonomi Dalam Islam

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Judul: Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Penulis:DR. Euis Amalia, M.Ag Penerbit: Gramata Publishing Tebal Buku: xiv + 322 halaman ISBN: 978-602-96565-1-0 Harga: Rp. 69.000,- Sumber gambar: goodreads Ada kesenjangan epistemologi yang mengemuka lebar tatkala ingin menampilkan literatur sejarah pemikiran ekonomi. Nilai fairness dan transparansi seolah sulit untuk dibuka ketika dihadapkan pada siapa menemukan apa karena bermuara pada “otoritas klaim.” Fakta-fakta ironis menyebutkan bahwa seringkali hasil karya ilmuwan muslim kita diabaikan oleh sarjana barat, padahal mereka sendiri secara implisist mengakui banyak karyanya telah diilhami oleh  pemikir Islam atau karya mereka tidak pure lagi karena sebelumnya sudah diketemukan teori oleh sarjana muslim. Hanya bisa dihitung dengan jari penulis-penulis barat yang mengakui bahwa konsep-konsep atau teorinya berasal dari pemikir Islam. Secara simplistis saja,

[BOOK REVIEW] AYAH Tanpa Tapi

Surga juga ada di telapak kaki ayah – pada setiap langkah yang ia ambil untuk terus menyambung nafas dan menumbuhkanmu, ada surga. (Seribu Wajah Ayah – hlm. 16)             Ayah, salah satu bilah tervital dalam hidup yang dikatakan Rasulullah setelah penyebutan Ibu yang diulang sebanyak tiga kali.             Ibu, ibu, ibu, baru ayah .            Repetisi yang menomorempatkan ayah bukan berarti kita harus menomorsekiankan pula sosok itu dalam hidup. Tidak sama sekali.           Memang, kebanyakan figur ayah tidak sama dengan ibu. Jika ibu seakan tak pernah kehabisan agenda kata yang berlalu lalang di telinga kita, beda halnya dengan ayah yang bahkan seolah enggan untuk bersuara walau hanya sekecap. Pun, sering kali kita lebih nyaman bersandar di punggung ibu yang ekspresif dibanding harus bercengkrama dengan sosok ayah yang cenderung defensif.            Meski tidak menutup kemungkinan tidak semua ayah berkarakter begitu, tapi itu juga tak dapat dipungkiri, kan?