Langsung ke konten utama

[CREATE IT] Behind the Scene of Our Destiny

Aku menekan nomor ekstensi fiksi. Begitu suara seorang perempuan terdengar di sana, aku membebaskan bibir bawah yang sedari tadi dibelam gigitan. Tentu saja untuk meredam degup jantung yang memburu. “Selamat pagi, Mbak. Saya Asti. Apa saya bisa tanya status naskah?”
“Judul naskahnya apa, ya?”
“Our Destiny.”          
“Tunggu sebentar.”
Aku mengangguk meski sadar tak mungkin dilihat si lawan bicara. Pelan, aku mengetuk-ngetuk gagang telepon yang menempel di telinga kanan.
“Our Destiny, atas nama Asti Nurhayati?”
“Iya benar, Mbak.” Aku meneguk ludah. Bersiap dengan kalimat yang akan kudengar detik selanjutnya.
“Status naskah Our Destiny akan diterbitkan, dan surat pemberitahuan dari redaksi sudah dikirimkan.”
Aku lantas terbelalak. Percampuran antara kaget dan bahagia. “Terbit, Mbak? Bener? Wah mungkin suratnya belum sampai ya. Lalu prosedur selanjutnya gimana, ya?” Nada bicaraku seketika berubah meriang. Bahkan tak sadar telah merepeti penerima telepon dengan beberapa pertanyaan sekaligus.
“Mbak tinggal mengirimkan beberapa file yang diperlukan ....”
Percakapan di Rabu pagi. Tanggal 28 Mei 2014. Sehari setelah pengumuman SNMPTN.






Aku ingat betul itu.
Ada dua keputusan yang sangat aku tunggu di bulan Mei 2014 lalu. Pertama adalah pengumuman SNMPTN. Namun untuk yang satu itu, kabar baik tidak sedang berpihak padaku. Dulu, jelas aku patah hati. Aku yakin kalian yang pernah merasakan hal serupa pasti tahu bagaimana rasanya tertolak.
Maka esoknya, hari Rabu aku putuskan untuk menelepon redaksi. Bersiap untuk mendengar secara langsung ketertolakan kedua di bulan yang sama. Biar patah hatinya sekaligus, sih. Jangan tanggung-tanggung lah, pikirku waktu itu.
Tapi ternyata, alur berjalan di luar dugaan. Jawaban dari seberang sana seakan mengangkat perasaan seakan putus asa yang baru satu malam beranak pinak di benak. Seakan ada yang berbisik padaku, ‘Harapan setelah lulus bukan hanya tentang SNMPTN kan, Ti?’. Harap yang sempat melayu pun mengurungkan diri untuk ambruk.

 



Takut terlalu panjang, maka prolog disudahi.

Tapi dari cerita pembuka itu, ada satu poin yang aku tekankan. Ya, rentang waktu.


Meluncurnya “Our Destiny” ke tengah-tengah pembaca adalah salah satu penantian yang cukup panjang, menurutku. Meski setiap buku memiliki waktu proses yang tak sama. Tergantung sih, sebenarnya. Ada yang hanya berjalan beberapa bulan saja, pun ada yang memakan waktu sampai dua tahun seperti punyaku ini. Itu cukup untuk mengantarkanku pada kesimpulan bahwa, ternyata, membutuhkan waktu yang tak singkat, untuk mencetak sebuah buku sampai kemudian bisa mejeng di rak toko. It takes time.

Setelah mendapat surat terbit, yang ada dalam bayanganku adalah tak lama lagi novel itu akan mewujud menjadi sebuah buku. Asyik! Aku sudah membayangkan akan seperti apa jadinya nanti. Polos banget, pokoknya. Dulu aku nggak tahu akan ada yang namanya antri edit dan masih harus menunggu.
Satu bulan. Dua bulan. Tiga bulan. Empat. Lima. Desember 2014 aku baru tahu editor yang akan menangani naskahku. Namanya Mbak Ruth Priscillia Angelina. Akhirnya, naskahku benar-benar mulai digarap April 2015.

Oke, perjalanan dilanjutkan.

Sekitar Agustus 2015, oleh editor aku mulai diberi tugas untuk mengedit persepuluh halaman yang sudah ditentukan. Tik-tok via email mulai sering berlalu-lalang. Mulai dari editor yang memintaku untuk mempelajari bagian-bagian yang sudah dieditnya. Kemudian aku harus melanjutkan mengedit untuk sepuluh halaman ke depan. Setelah selesai, aku kirimkan. Selanjutnya, editor akan mengevaluasi hasil editanku. Menjelaskan plus-minus-nya. Bisa dibilang, begitu seterusnya.
Meski terkadang melelahkan, karena rasa malas, atau stuck inspirasi, terlebih kalau diminta mengedit bagian yang sama untuk beberapa kali. Tapi aku sangat menikmati proses ini. Aku bukan hanya sedang memproses lahirnya sebuah novel, tapi benar-benar sedang belajar. Aku selalu senang saat editor membeberkan penilaiannya terhadap tulisanku. Aku jadi tahu kekurangan sekaligus cara memperbaiki dan meningkatkannya.

Dari proses penggodokan novel ini, aku juga belajar untuk lebih menghargai suatu karya.

Di luar sana, tak sedikit yang memandang buku-buku tertentu dengan sebelah mata. Mungkin ini masalah preferensi, sih, ya. Tapi setelah bergelung dengan proses peluncuran sebuah buku, aku jadi tahu bahwa, buku apapun, sebelum sampai ke tangan pembaca, ternyata telah diracik oleh tangan yang tak sedikit agar bisa dikatakan, hei, ini layak, lho!

Seperti yang dikatakan penulis The StardustCatcher, Suarcani, bahwa:

“Menulis butuh kesendirian, tapi membuat tulisan menjadi buku butuh banyak tangan.”

Dan itu mutlak.

Jadi sekarang, setidaksukabagaimanapun aku sama sebuah buku, aku nggak berani melemparkan pandangan sebelah mata ke arahnya. Karena aku tahu, di baliknya ada penulis yang mungkin menunggu lama, editor yang super sabar direpeti banyak pertanyaan sama penulis yang jadi partner-nya, setelahnya ada designer cover yang menyeleraskan gambar dengan cerita, proofreading yang menelusuri dan memastikan tak ada typo yang sampai ke pembaca, para petugas percetakan, kakak-kakak yang men-display buku serapi mungkin di toko yang dijaganya, dan mungkin masih banyak lagi.

Pun Our Destiny, kurang-lebih seperti itu.

Tak sedikit yang aku dapat dari mewujudnya novel Our Destiny ini. Selain terwujudnya angan menjadi bagian dari mereka yang berjejer manis di rak toko buku, banyak bonus lain yang mengikuti. Tentu setelah terlebih dulu berhasil menelusuri dua tahun waktu bersama si sabar. Juga, aku belajar menulis dari tutor seluarbiasa Mbak Ruth. Sampai belajar agar lebih bisa menghargai suatu karya. Terakhir sekaligus terpenting adalah, Our Destiny yang telah membangunkan agar harap kembali berdiri tegak.



It’s the destiny of Our Destiny.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

[TASK] Proposal Usaha (Kewirausahaan)

Ini tugas bikin proposal waktu kelas sebelas hihi :3 Gak tau bener gak tau nggak soalnya dulu gak sempet direview sama gurunya -,- Disusun oleh: Asti Nurhayati Sri Isdianti Kelas XI-AP4 SMK Negeri 1 Garut 2012-2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Nama dan Alamat Perusahaan Toko Buku   “27 RADAR” Jl.   Radar   No. 27 Garut B. Nama dan Alamat Penanggung Jawab Usaha Ø     Penanggung jawab 1: Nama : Asti Nurhayati Nurjaman   TTL : Garut, 19 Agustus 1996   Ø      Penanggung jawab 2: Nama : Sri Isdianti TTL : Garut, 12 September 1996   C. Informasi Usaha          Usaha toko buku yang kami kelola ini berada di Jl.   Radar   No. 27, merupakan lokasi yang sangat strategis yang berada di pusat kota Garut ini, bisa dengan mudah dijangkau oleh kendaraan apapun. Juga terletak di antara banyaknya pusat perkantoran serta sekolah-sekolah sehingga menjadi suatu keuntungan tersendiri bagi kami karena berdekatan dengan banyak

[BOOK REVIEW] Sejarah Ekonomi Dalam Islam

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Judul: Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Penulis:DR. Euis Amalia, M.Ag Penerbit: Gramata Publishing Tebal Buku: xiv + 322 halaman ISBN: 978-602-96565-1-0 Harga: Rp. 69.000,- Sumber gambar: goodreads Ada kesenjangan epistemologi yang mengemuka lebar tatkala ingin menampilkan literatur sejarah pemikiran ekonomi. Nilai fairness dan transparansi seolah sulit untuk dibuka ketika dihadapkan pada siapa menemukan apa karena bermuara pada “otoritas klaim.” Fakta-fakta ironis menyebutkan bahwa seringkali hasil karya ilmuwan muslim kita diabaikan oleh sarjana barat, padahal mereka sendiri secara implisist mengakui banyak karyanya telah diilhami oleh  pemikir Islam atau karya mereka tidak pure lagi karena sebelumnya sudah diketemukan teori oleh sarjana muslim. Hanya bisa dihitung dengan jari penulis-penulis barat yang mengakui bahwa konsep-konsep atau teorinya berasal dari pemikir Islam. Secara simplistis saja,

[BOOK REVIEW] Early Lari Dari Masa Lalu

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Judul: Early Penulis: Syafrina Siregar Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Tebal Buku: 200 halaman Cetakan Pertama: Juli 2013 ISBN: 978- 979-22-9611-2 Harga: Rp. 35.000,- Sumber Gambar: goodreads Lari dari masa lalu memang melelahkan. Apalagi buat Early yang nekat melarikan diri ke sebuah kota yang sama sekali tak dikenalnya. Bergantung pada Marco, lelaki tampan yang baru dikenalinya, justru membawanya ke dunia yang jauh lebih indah. Early sangat menikmati hidupnya. Tapi tiba-tiba pekerjaan mengharuskannya kembali ke kota tempat masa lalu menghantuinya. Ternyata masa lalu memang masih mengejarnya. Manto, yang berusaha dienyahkannya dari mimpi buruknya, sudah menyiapkan rencana jahat untuk Early. Sementara ibunya sendiri sama sekali tak mampu melindunginya. Sementara Mitha, yang pernah sangat baik dan banyak membantu Early, sedang jatuh cinta. Bagaimana kelanjutan hubungan Early dengan Marco? Siapa yang