Langsung ke konten utama

[BOOK REVIEW] Man Jadda Wajada

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Judul                           : Negeri 5 Menara
Penulis
                         : A. Fuadi
Penerbit                       : Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku                  : 423 halaman
Cetakan Pertama
         : April 2011 (Versi hard cover)
ISBN                           : 979-979-22-6670-9
Harga                          : Rp. 135.000,-
Sumber Gambar          : goodreads


Seumur hidupnya Alif tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Masa kecilnya dilalui dnegan berburu durian runtuh di rimba Bukit Barisan, main bola di sawah, dan mandi di air biru Danau Maninjau. Tiba-tiba dia harus melintasi punggung Sumatera menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur. Ibunya ingin dia menjadi Buya Hamka walau Alif ingin menjadi Habibie. Dengan setengah hati dia mengikuti perintah ibunya: belajar di pondok.
Di hari pertama di Pondok Madani (PM), Alif terkesima dengan “mantera” sakti man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses. Dipersatukan oleh hukuman jewer berantai, Alif berteman dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung, dan Baso dari Gowa. Di bawah menara masjid, mereka menunggu Maghrib sambil menatap awan lembayung yang berarak ke ufuk. Awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing. Ke mana impian membawa mereka? Mereka tidak tahu. Yang mereka tahu adalah: jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.







Di dalam buku dengan ketebalan 423 halaman ini aku menyaksikan luar biasanya persahabatan yang bersemi di sebuah pondok pesantren. Kebersamaan yang terjalin karena sebuah ketidaksengajaan. Saat enam murid baru yang masih lengah dari ketatnya peraturan, dihukum jeweran berantai karena terlambat pergi ke masjid. Alif menjewer kuping Atang. Atang menjewer kuping Said. Said menjewer kuping Raja. Raja menjewer kuping Dulmajid. Dulmajid menjewer kuping Baso. Peristiwa menggelikan itulah yang kemudian merekatkan mereka. Hihi xD
Tokoh utama di sini adalah Alif. Si aku, karena novel ini diceritakan menggunakan sudut pandang orang pertama. Dari Minangkabau, dengan setengah hati ia merantau ke Jawa Timur. Untuk meneruskan pendidikan di sebuah pesantren bernama Pondok Madani. Setengah hati? Tentu saja karena sebelumnya ia terlebih dahulu bersitegang dengan sang Amak (Ibu). Pendirian Amak untuk memasukkan Alif ke pondok pesantren sangat pengkuh. Sehingga mau tak mau, lelaki yang baru lulus dari tsanawiyah itu harus mengubur mimpinya untuk masuk ke SMA favorit di sana. Pun, tampaknya cita-cita untuk menjadi seorang Habibi berada di ambang keruntuhan.
Namun sesampainya di sana, banyak hal yang dengan cepat mematahkan persepsi Alif dan kebanyakan orang terhadap sebuah pesantren. Sarung, kitab kuning, atau bahkan penjara. Beberapa poin itu sangatlah tidak berlaku di PM. Karena nyatanya pondok yang membentang di hadapan Alif sangat bertolak belakang dengan perkiraan yang sempat dicemaskan sebelumnya. Justru sebaliknya. Pondok Madani adalah ladang yang sangat luas untuk berkreasi dan berprestasi. Bidang apa pun itu.
Singkat cerita, Alif menjalani hari-harinya di PM. Belajar, menghapal, ujian, bahkan dihukum. Itu semua dilaluinya bersama para Sahibul Menara. Tak lain dan tak bukan, itu adalah sebutan untuk Alif, Atang, Baso, Dulmajid, Raja, Said. Julukan itu mereka dapat karena enam lelaki itu adalah penghuni tetap taman samping masjid yang tepat berada di bawah menara. Mereka biasa berkumpul sambil menunggu Maghrib di sana. Menengadah ke langit. Menatap indahnya lekukan awan seraya menafsirkan maksud dari bentuk awan tersebut. Afrika, Eropa, Australia, Asia, bahkan Indonesia. Mereka tak pernah mau kalah.
Alif yang tak pernah lepas dari pena dan kefasihan bahasa Inggrisnya. Atang pemborong kedudukan untuk mengurus setiap pegelaran seni. Baso pemilik memori kuat yang sangat mencinyai Al-Quran. Dulmajid dengan diplomasinya yang luar biasa. Raja yang di kepalnya terdapat pengetahuan tentang buku yang melimpah. Dan Said si tetua yang gila olahraga. Kemana mereka setelah di PM?
Satu pun dari mereka tak menyangka kalau Allah bukan hanya mendengar guyonan senja itu, tapi juga mengantarkan satu per satu menuju penafsiran masing-masing.
Dua kalimat yang sangat-sangat-sangat aku suka dan begitu inspiratif di sini adalah, “Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun. Sungguh Tuhan Maha Mendengar.”


Whan an amazing book >_< Lebih tepatnya adalah, bagian dari perjalanan hidup yang sangat luar biasa karena novel ini ditulis berdasarkan pengalaman pribadi Ahmad Fuadi selama mengenyam pendidikan di Pondok Modern Gontor >_<
Mondok. Serta beragam peraturan yang mengikat. Peraturan yang dibuat untuk menciptakan siklus keseharian yang berkualitas. Seperti itulah penuturan salah seorang teman yang pernah menceritakan pengalamannya selama tiga tahun menjadi santri. Dan di novel ini, aku mendapat gambaran yang cukup jelas. Jika dianalogikan dengan makanan, mungkin telah berkali-kali air liur ini mencair selama mengikuti keseharian Alif di PM. Aku juga ingin punya pengalaman seperti itu. Mondok di pesantreeen T~T
Puas rasanya menyadari kalau kita mau berusaha mengetok pintu, kemungkinan besar akan ada yang menjawab. Satu mantera yang menjadi focal point dari keseluruhan cerita di sini adalah, man jadda wajada. Udah, itu aja.
Penulis dengan terampilnya menginterpretasikan pepatah Arab yang terkenal itu melalui alur dan banyak konflik yang disajikan di sini. Sehingga makna dari pepatah itu dengan mudah dicercap dan diterima oleh logika. Ahmad Fuadi seolah ingin menekankan dan menegaskan, ‘seperti ini nih man jadda wajada!’. “Ingat kawan, motto kita: man jadda wajada. Ditambah doa dari kalian dan prasangka baik kepada Tuhan, apa pun bisa terjadi. Banyak hal yang dianggap remeh, gila, bahkan tidak mungkin untuk diwujudkan, namun lewat sosok Alif dan kawan-kawannya, keraguan akan semua itu menjadi tidak ada apa-apanya. Beberapa hal yang berhasil mereka wujudkan dengan berpegang pada mantra itu seperti, berhasil melobi salah satu pembuat peraturan tertinggi agar mengadakan acara nonton bareng final bulutangkis padahal TV di PM adalah haram. Juga saat mereka cemas dan resah menghadapi datangnya ujian di PM. Hingga Alif yang berhasil membuktikan dirinya bisa berfoto dengan keluarga Ustad Kholid, dengan Sarah yang turut serta, yang pada awalnya hanya keinginan guyon semata. Hihi menggelikan membayangkan reaksi mereka jika bersitatap dengan perempuan sebaya karena itu adalah momen yang sangat langka dalam keseharian mereka.
            Beragam rasa datang silih berganti setiap aku berpindah dari lembar satu ke lembar lain. Bahagia  merasakan kebersamaan Sahibul Menara. Tegang setiap kali bertemu Tyson. Kagum pada kepintaran dan ketulusan para guru di PM. Hingga sedih saat Baso memutuskan untuk keluar dari PM bahkan di tahun terakhirnya menimba ilmu di sana. Ditinggalkan Baso, Sahibul Menara bagai rahang yang kehilangan gigi geraham. Kemudian, perang batin yang paling puncak menurutku adalah saat Alif berulang kali meragukan keputusannya berada di PM serta mempertimbangkan untuk beranjak dari pondok itu untuk mengejar mimpinya menjadi Habibi. Namun yang terjadi akhirnya adalah, selalu Alif berhasil kembali menguatkan tekadnya untuk berjuang di PM sampai akhir. Aku menulis sebuah tekad di dalam diariku. Apa pun yang terjadi, .... bahkan langit runtuh, tidak akan aku izinkan menggoyahkan tekad dan cita-citaku. Di sinilah aku belajar mengendalikan diri dan kembali merekatkan mimpi saat seringkali aku dijatuhkan oleh banyak batu sandungan. “Pasang niat kuat, berusaha keras dan berdoa khusyuk, lambat laun, apa yang kalian perjuangkan akan berhasil. Ini sunatullah-hukum Tuhan.”
Sempat aku mengira akan menemukan banyak petikan yang bisa dijadikan quote. Tapi ternyata tidak. Hal-hal inspiratif yang biasanya dapat kita penggal dalam beberapa kalimat tertentu, di sini justru termaktub dalam setiap narasi, juga penggambaran akan situasi PM yang penuh dengan aura positif, bahkan dari dialog-dialog yang bersifat jenaka sekali pun. Aku merasakan PM sengaja mengajarkan candu. Candu ini ditawarkan siang malam, sedemikian rupa sehingga semua murid jatuh menyerah kepadanya. Kami telah ketagihan. Kami candu belajar. Pondok Madani diberkati oleh energi yang membuat kami sangat menikmati belajar dan selalu ingin belajar berbagai macam ilmu. Lingkungannya membuat orang yang tidak belajar menjadi orang aneh.
            Namun yang aku sayangkan di sini adalah cerita yang terlalu banyak di masa lalu. Sementara di masa depan, porsinya sangat minim. Kalau nggak salah sih, hanya tiga judul. Di awal, tengah, dan ending saat Alif, Atang, dan Raja bertemu di Trafalgar Square. Mungkin karena ini novel trilogi ya? Jadi penceritaan masa depannya difokuskan di buku kedua dan ketiga yang judulnya Ranah 3 Warna dan Rantau 1 Muara? Wah aku harus segera baca dua buku itu >,< tunggu reviewnya yaaa :D
            Satu lagi yang masih mengganjal, di pembuka cerita, saat Atang pertama kali menghubungi Alif dia memperkenalkan dirinya dengan Menara Kedua. Aku kan jadi penasaran urutan menara pertama sampai menara keenam siapa. Tapi aku sama sekali tak menemukan penceritaan yang menyinggung ke sana. Jadinya aku bikin urutan sendiri berdasarkan alphabet, Alif, Atang, Baso, Dulmajid, Raja, Rais. Hehehe -_-
            Dan alhamdilillah, yang aku baca ini adalah Negeri 5 Menara edisi hard cover  yang ada VCD Kick Andy edisi novel ini juga :3 Karena seperti dikatakan di atas, kalau novel ini terinspirasi dari pengalaman pribadi penulis. Bisa disebut juga autobiografi sih menurutku. Namun kata Ahmad Fuadi, namanya juga novel, pasti ada bumbu-bumbu yang ia tambahkan ke dalam cerita. Salah satunya adalah cerita mengenai telah meninggalnya orangtua Baso di sini yang padahal aslinya masih ada. Ahmad Fuadi sampai meminta maaf kepada Ikhlas Budiman yang digambarkan sebagai tokoh Baso atas cerita yang ditulisnya itu.
Sebelum baca novelnya, aku nonton dulu VCD itu. Jadi saat membaca novelnya aku membayangkan sosok asli dari setiap tokoh itu. Tapi dengan menciptakan versi yang lebih muda (?) Hihi XD
Ini nih merekaaa. Menara-menara yang luar biasa. Sayangnya, sosok Said nggak ada karena kata penulis saat itu dia belum juga menemukan keberadaannya. Nggak tahu deh kalau sekarang, kan udah lama ini. Hehe







            Keseluruhan, buku ini jelas-jelas sangat inspiratif. Pembawaannya lugas dengan diksi yang kaya. Buku motivasi yang dibalut warna-warninya rasa dan suasana di pondok. Ada banyak juga yang bisa coba diaplikasikan dalam keseharian untuk setidaknya bisa mendapatkan atmosfer yang sama dalam belajar dan menggapai cita-cita seperti mereka. Meski tidak akan sama persis. Kalau mau mirip, ya belajar ke Gontor juga atau setidaknya ke pesantren :p
            Dan bintang untuk buku ini adalah, lima. Terlepas dari beberapa poin pengganjal yang aku katakan sebelumnya, karena buku ini berhasil merekatkan kembali banyak hal yang sempat kusangsikan. Karena novel ini sangat inspiratif.

“Aku semakin sadar bahwa inti hidup adalah kombinasi niat ikhlas, kerja keras, doa dan tawakkal .... Ikhlaskan semuanya, sehingga tidak ada kepentingan apa-apa selain ibadah.”


            Akhirul kalam, mudah-mudahan ada manfaat yang bisa diambil^^
Man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil.

Man jadda wajada ya. Bukan man jadda wajodoh. Hihi :P




Komentar

Postingan populer dari blog ini

[TASK] Proposal Usaha (Kewirausahaan)

Ini tugas bikin proposal waktu kelas sebelas hihi :3 Gak tau bener gak tau nggak soalnya dulu gak sempet direview sama gurunya -,- Disusun oleh: Asti Nurhayati Sri Isdianti Kelas XI-AP4 SMK Negeri 1 Garut 2012-2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Nama dan Alamat Perusahaan Toko Buku   “27 RADAR” Jl.   Radar   No. 27 Garut B. Nama dan Alamat Penanggung Jawab Usaha Ø     Penanggung jawab 1: Nama : Asti Nurhayati Nurjaman   TTL : Garut, 19 Agustus 1996   Ø      Penanggung jawab 2: Nama : Sri Isdianti TTL : Garut, 12 September 1996   C. Informasi Usaha          Usaha toko buku yang kami kelola ini berada di Jl.   Radar   No. 27, merupakan lokasi yang sangat strategis yang berada di pusat kota Garut ini, bisa dengan mudah dijangkau oleh kendaraan apapun. Juga terletak di antara banyaknya pusat perkantoran serta sekolah-sekolah sehingga menjadi suatu keuntungan tersendiri bagi kami karena berdekatan dengan banyak

[BOOK REVIEW] Sejarah Ekonomi Dalam Islam

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Judul: Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Penulis:DR. Euis Amalia, M.Ag Penerbit: Gramata Publishing Tebal Buku: xiv + 322 halaman ISBN: 978-602-96565-1-0 Harga: Rp. 69.000,- Sumber gambar: goodreads Ada kesenjangan epistemologi yang mengemuka lebar tatkala ingin menampilkan literatur sejarah pemikiran ekonomi. Nilai fairness dan transparansi seolah sulit untuk dibuka ketika dihadapkan pada siapa menemukan apa karena bermuara pada “otoritas klaim.” Fakta-fakta ironis menyebutkan bahwa seringkali hasil karya ilmuwan muslim kita diabaikan oleh sarjana barat, padahal mereka sendiri secara implisist mengakui banyak karyanya telah diilhami oleh  pemikir Islam atau karya mereka tidak pure lagi karena sebelumnya sudah diketemukan teori oleh sarjana muslim. Hanya bisa dihitung dengan jari penulis-penulis barat yang mengakui bahwa konsep-konsep atau teorinya berasal dari pemikir Islam. Secara simplistis saja,

[BOOK REVIEW] Early Lari Dari Masa Lalu

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Judul: Early Penulis: Syafrina Siregar Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Tebal Buku: 200 halaman Cetakan Pertama: Juli 2013 ISBN: 978- 979-22-9611-2 Harga: Rp. 35.000,- Sumber Gambar: goodreads Lari dari masa lalu memang melelahkan. Apalagi buat Early yang nekat melarikan diri ke sebuah kota yang sama sekali tak dikenalnya. Bergantung pada Marco, lelaki tampan yang baru dikenalinya, justru membawanya ke dunia yang jauh lebih indah. Early sangat menikmati hidupnya. Tapi tiba-tiba pekerjaan mengharuskannya kembali ke kota tempat masa lalu menghantuinya. Ternyata masa lalu memang masih mengejarnya. Manto, yang berusaha dienyahkannya dari mimpi buruknya, sudah menyiapkan rencana jahat untuk Early. Sementara ibunya sendiri sama sekali tak mampu melindunginya. Sementara Mitha, yang pernah sangat baik dan banyak membantu Early, sedang jatuh cinta. Bagaimana kelanjutan hubungan Early dengan Marco? Siapa yang